Penanggulangan stunting menjadi perhatian khusus di setiap daerah terutama di Kalsel. Karena stunting dapat menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia terhadap produktifitas dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, sehingga pencegahan dan penanggulangan stunting menjadi sangat penting.
“Peran Pemerintah baik pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Masyarakat sangat penting dalam penanganan stunting,” kata Pj Sekda Kalsel, Roy Rizali Anwar saat membuka kegiatan Konvergensi Pencegahan Stunting Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, di Hotel Berbintang Banjarmasin, Selasa (6/4/2021).
Menurut Roy, berdasarkan hasil Riskesdas (2018) prevelensi stunting 33,08 persen mengalami penurunan jika dibandingkan hasil Riskesdas (2013) yaitu 44,3 persen atau turun 11 persen.
Rata-rata penurunan 2 persen per tahun. Lalu berdasarkan Studi Status Balita Gizi Indonesia (SSGBI) tahun 2019 turun menjadi 31,75 persen, Namun secara Nasional masih di atas angka rata-rata yaitu 27,67 persen. Persentase balita stunting Kalsel berdasarkan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat pada tahun 2020 sebesar 12,2 persen di atas rata-rata nasional yaitu 11,6 persen.
“Berdasarkan permasalahan tersebut Pemprov Kalsel melakukan berbagai program dan kegiatan untuk menurunkan prevalensi stunting tersebut melalui kegiatan dengan pendekatan intervensi spesifik dan intervensi sensitif,” ujarnya.
Intervensi spesifik merupakan intervensi program dan kegiatan yang dilakukan oleh jajaran Kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif merupakan intervensi program dan kegiatan yang dilakukan secara lintas sektor atau konvergensi melalui kelembagaan aksi terintegrasi konvergensi percepatan dan penurunan stunting (KP2S).
“Oleh karena itu, penanganan masalah stunting di Kalsel menjadi prioritas Nasional dan juga prioritas Provinsi sebagaimana tertuang di dalam RPJMD 2016-2021,” ungkapnya.
Untuk itu, Presiden RI Joko Widodo pada saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) pada tahun 2018 mengenai penurunan stunting harus dilakukan dengan melibatkan seluruh sektor melalui integrasi program di semua tingkatan serta pentingnya kampanye gizi nasional.
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024, terdiri dari 5 pilar yaitu, komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye Nasional dan perubahan perilaku. Konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program Pusat, Daerah dan Desa. Ketahanan pangan dan gizi serta pemantauan dan evaluasi.
Mengingat penurunan stunting yang dapat dilakukan oleh jajaran hanya 30 persen, sedangkan 70 persen lainnya ditentukan oleh sektor di luar Kesehatan seperti Dinas PUPR, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, kemenag, BKKBN, dll.
Maka masalah stunting tidak dapat diselesaikan oleh jajaran Kesehatan, artinya harus dikerjakan oleh lintas sektoral terkait lainnya. Salah satunya dengan cara melalui 8 aksi integrasi konvergensi penurunan stunting di Kab/Kota, yaitu analisis situasi perencanaan dan penganggaran, rembuk stunting, Peraturan Bupati/Walikota tentang peran Desa, pembinan Kader Pembangunan Manusia (KPM), sistem manajemen data serta pengukuran dan publikasi stunting reviu kinerja tahunan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Muslim mengatakan tujuan kegiatan ini untuk melakukan evaluasi pelaksanaan aksi konvergensi pencegahan stunting dan meningkatkan kualitas aksi konvergensi percepatan pencegahan stunting.
“Selain itu untuk menyampaikan perkembangan jumlah kasus dan prevalensi stunting serta perbaikan cakupan intervensi. Menyampaikan hasil analisis situasi program penurunan stunting Kabupaten/Kota. Menyampaikan rancangan rencana kegiatan intervensi penurunan stunting Kabupaten/Kota terintegrasi,” tuturnya.
Untuk diketahui, kegiatan diselenggarakan selama 3 hari dengan jumlah 43 peserta yaitu BKKBN, Bappeda, Biro Kesra, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan, Dinas Kominfo, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pendidikan, Dinas PUPR, DP3A, dan Dinas Kelautan dan Perikanan. MC Kalsel/tgh