Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada November 2022 mengalami inflasi tahunan (year on year) yang masih tinggi, yakni 7,06 persen meski sudah turun lebih rendah dibandingkan inflasi Oktober 2022.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi Kalsel, Birhasani saat menyampaikan penyebab terjadinya inflasi di Kalsel, Banjarmasin, Senin (5/12/2022).
“Tingginya inflasi tersebut lebih didorong oleh tingginya harga atau biaya non bahan pokok (bapok), seperti biaya transportasi, rekreasi keluarga, olahraga, BBM, dan tarif PDAM, sementara itu dari bapok penyumbang inflasinya adalah beras, telur ayam ras dan bawang merah,” kata Birhasani.
Birhasani menyebutkan, dari data BPS Kalsel menunjukkan dalam tiga bulan terakhir ini berhasil mengendalikan harga bapok, baik melalui upaya pemenuhan ketersediaannya melalui pasar murah maupun pengawasan dan inspeksi.
Namun, menurut Birhasani, faktor pendorong lainnya seperti biaya transportasi atau pesawat udara, tarif PDAM, dan rekreasi justru sangat tinggi inflasinya.
“Memang untuk 2022, akhir tahun ini diprediksi inflasi Kalsel year-on-year kecil kemungkinan dibawah tujuh persen,” ucap Birhasani.
Menurut Birhasani, penyebabnya adalah sejak Januari hingga November terjadi inflasi diatas satu persen di tiga kabupaten/kota sebanyak delapan kali bulan) yang pada data BPS menunjukkan demikian, sehingga Kalsel sulit keluar dari angka inflasi tujuh persen, sekalipun empat bulan terakhir ini Kalsel deflasi.
Oleh karena itu, Birhasani berharap kiranya TPID Kalsel kedepan juga memfokuskan perhatiannya kepada upaya pengendalian non bapok, sehingga terjadi keseimbangan antara upaya pengendalian bapok dengan non bapok.
“Kita berharap partisipasi aktif pihak-pihak yang menangani masalah tersebut,” ujar Birhasani. MC Kalsel/scw