Reformasi Kebijakan Fiskal Pusat dan Daerah dalam Optimalisasi Sumber Pendanaan

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalsel, Sulaimansyah. MC Kalsel/dok

Pengelolaan fiskal di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih dihadapkan pada beberapa kendala signifikan, dimana tingkat kemandirian fiskal yang masih belum optimal dalam penyediaan sumber pendanaan pembangunan.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalsel, Sulaimansyah menyebutkan, kendala tersebut seperti proporsi penyerapan anggaran yang kurang optimal, rendah diawal dan menumpuk diakhir tahun anggaran, serta masih tingginya proporsi belanja operasional penunjang, sehingga percepatan pembangunan belum optimal.

“Salah satunya juga belum optimalnya efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam mencapai sasaran pembangunan dan juga belum optimalnya sinkronisasi anggaran daerah dan sasaran pembangunan nasional. Hal ini perlu perubahan atau reformasi dalam kebijakan fiskal pusat dan daerah yang dapat meningkatkan kualitas dalam pengelolaan keuangan daerah,” kata Sulaimansyah, Banjarmasin, Selasa (16/11/2022).

Diakui Sulaimansyah, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan tonggak reformasi dalam pengelolaan dana transfer

ke daerah dan pengelolaan keuangan daerah.

“Reformasi yang terjadi bukan hanya tambal sulam, tetapi komprehensif mulai dari hulu sampai hilir,” ucap Sulaimansyah.

Lebih lanjut, menurut Sulaimansyah, dilandasi oleh konsepsi tentang desentralisasi fiskal yang benar bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan diseluruh Indonesia, UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU-HKPD) memberikan ruang yang cukup kepada pemerintah daerah untuk kreatif atau inovatif meingkatkan kapasitas fiskal daerah (PAD meningkat, transfer yang berkualitas, perluasan akses pembiayaan), meningkatkan kualitas belanja daerah, dan yang terpenting harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dan daerah.

Disebutkan Sulaimansyah, dari sisi akuntabilitas dan transparansi, UU-HKPD menciptakan sistem yang akuntabel dan transparan, seperti terciptanya check and balance, perbaikan output dan outcome, menyediakan informasi keuangan daerah secara digital dalam jaringan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan APBD, konsolidasi kebijakan fiskal nasional berbasis interkoneksi dan interoperabilitas, dan sinergi Bagan Akun Standar.

“Dengan reformasi dari sisi akuntabilitas dan transparansi dapat mencegah terjadinya kebocoran, baik dari sisi penerimaan daerah maupun dari sisi belanja,” ujar Sulaimansyah.

Menurut Sulaimansyah, dari sisi penyerapan APBD yang selalu rendah, perlu dilakukan perubahan fungsi dan kelembagaan, dimana peran BUD yang tidak hanya berperan kasir, tetapi juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBD di SKPD, sehingga tercipta early warning system, sehingga cepat mengatasi terjadinya kendala dalam pelaksanaan APBD.

“Untuk mendorong percepatan belanja APBD dan mengurangi dana idle di kas daerah, pemerintah pusat akan merubah sistem penyaluran dana transfer ke daerah yang berbasis kinerja,” ucap Sulaimansyah. MC Kalsel/Rns

Mungkin Anda Menyukai