Akibat Covid-19, Serapan Ayam Potong di Kalsel Menurun

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Selatan, Suparmi kepada media center melalui pesan whatsapp, Rabu (1/4/2020) sore. MC Kalsel/tgh

Akibat masuknya wabah virus Covid-19 di Indonesia sangat berdampak terhadap pereknomian. Salah satu dampaknya adalah bagi para peternak ayam potong (Broiler).

“Jadi serapan ayam potong yang biasa memenuhi kebutuhan catering, hotel-hotel dan pasar tradisional menurun sekitar 50 persen,” ucap Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Selatan, Suparmi kepada media center melalui pesan whatsapp, Rabu (1/4/2020) sore.

Menurutnya, kondisi darurat terjadi secara nasional tidak hanya di Kalsel saja. Untuk Mengatasi hal tersebut Disbunnak Kalsel menawarkan solusi dengan mengajak para peternak untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dengan memanfaatkan aplikasi teknologi informasi dalam penjualan. “Jadi kita manfaatkan pesan antar sampai ke tempat konsumen,” ungkapnya.

Untuk itu, terkait aplikasi tadi, besok (2/4/2020) Disbunnak Kalsel akan mengikuti rapat koordinasi oleh Kementerian Pertanian dalam rangka pengamanan ketersediaan dan stabilisasi pasok dan harga pangan.

“Hal ini sebagai persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) 2020. Rakor tersebut juga sekaligus launching kerjasama antara Kementan dengan pihak Gojek,” terangnya.

Akbiat masuknya wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia sangat berdampak terhadap pereknomian. Salah satu dampaknya adalah bagi para pertenak ayam potong (Broiler). MC Kalsel/ist

Sementara itu, dihubungi terpisah, perwakilan asosiasi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Kalsel, Junaidi membenarkan perihal dampak yang dirasakan peternak ayam potong akibat wabah virus corona. Dalam kondisi normal, distribusi pasokan ayam untuk beberapa wilayah seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Tanah Laut, mencapai hingga 130 ribu ekor per harinya.

“Karena kondisi pembatasan hubungan warga jadinya ya melimpah. Maka serapan ayamnya kebanyakan untuk acara dan penjualan akhirnya ditiadakan dan dibatasi,” bebernya.

Selain itu, kondisi ini tidak berlaku untuk para pedagang di pasaran. Kerugian hanya dirasakan peternak dalam mengelola modal, sebab yang dulunya sebesar Rp20 ribu per kilogram kini menjadi Rp14 ribu per kilogram.

“Pinsar masih membahas cara mengurangi kerugiannya. Untuk ayam yang terlanjur di kandang, solusinya mungkin masalah teknis jualan. Ke depan, kita sepakat untuk mengurangi chick in (memasukkan bibit untuk dipelihara) sekitar 30-40 persen dari biasanya,” tutupnya. MC Kalsel/tgh

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan