Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan (BI Kalsel) bersama Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) gelar Seminar Sistem Pembayaran Non Tunai di lantai Enam aula BI Kalsel Banjarmasin, Kamis (5/10).
Sosialisasi perluasan transaksi non tunai ini sebagai strategi keuangan inklusif kantor perwakilan (KPw) BI Kalsel. Mengusng peran strategi untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien aman dan andal dengan tetap menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen, perluasan akses dan kepentingan nasional, KPw BI Kalsel sebagai otoritas sistem pembayaran konsisten dalam mendorong perluasan transaksi non tunai di Provinsi Kalimantan Selatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, KPw BI Kalsel bekerja sama dengan PPATK, POLDA Kalsel dan KPK menyelenggarakan sosialisasi bertajuk Manfaat Transaksi Non Tunai dalam Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kepala Tim Operasional SP KPw BI Kalsel, Ocky Ganesia menegaskan bahwa Bank Indonesia terus mendorong implementasi transaksi Non Tunai kepada kalangan luas, tak terkecuali pemerintah daerah.
“Perluasan transaksi non tunai bukanlah sebuah inisiatif yang terisolasi, sehingga keterlibatan dalam inisiatif tersebut tidak hanya terkait dengan tugas dan peran Bank Indonesia, namun juga regulator dan lembaga lainnya dalam upaya pengelolaan keuangan dan mewujudkan good corporate governance (GCG),” papar Ocky.
Transaksi non tunai yang diperluas selain memberikan kemudahan bagi pengguna juga akan berkontribusi dalam mendukung upaya pencegahan pelanggaran hukum seperti pencurian uang, pendanaan terorisme dan tindakan korupsi. Seperti dijelaskan oleh Ketua Tim Hubungan Pemasyarakatan PPATK, M. Nasir Konga, “Ini (sosialisasi) akan membangun awareness individu di lingkungan pemerintah maupun masyarakat umum terhadap pentingnya upaya pencegahan tindak kejahatan korupsi, pencucian uang dan pendanaan terorisme.”
Perluasan transaksi non tunai terutama ke dalam lingkungan instansi pemerintahan, selain memberikan manfaat tentunya terdapat beberapa risiko yang perlu dikelola dengan baik, diantaranya adalah risiko hukum dalam pengelolaan keuangan daerah. “Risiko (hukum) akan selalu melekat di setiap tindakan dalam upaya pengelolaan keuangan daerah, aparatur negara perlu secara berkelanjutan membekali diri dengan informasi tentang aturan (ketentuan) terkini,” tegas Ocky Ganesia.
Pengelola keuangan daerah memiliki potensi sebagai objek implementasi transaksi non tunai, mengingat nominal transaksi yang terjadi cukup besar sehingga membutuhkan eksekusi yang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas serta teradministrasi dengan baik.
Eksekusi seperti itu akan mengurangi jumlah pelanggaran hukum dengan memanfaatkan hak sebagai pengelola keuangan daerah. Hal tersebut dikuatkan oleh Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Roro Widi Sulistyo Wati, “Eksekusi yang transparan dan akuntabel memberi dukungan yang Solid pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi”.
Transaksi non tunai diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemerintah dan masyarakat. Bagi Pemerintah akan meningkatkan layanan untuk menghasilkan proses kerja yang lebih efektif dan efisien yang meliputi beberapa sektor antara lain tata kelola pemerintahan (e-goverment), layanan pembayaran (e-payment), layanan publik (e-service) serta otentifikasi penarikan dana berjenjang dan jejak transaksi yang dapat terekam.
Adapun manfaat bagi masyarakat yaitu mengurangi perilaku konsumtif, membangun kebiasaan mengelola keuangan dengan cermat dan meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengelolaan keuangan dengan baik, masyarakat akan semakin merasakan efisiensi bertransaksi dan tercapainya peningkatan pemahaman atas berbagai jenis pelayanan keuangan yang diberikan oleh bank, yang pada akhirnya kegiatan ekonomi berjalan efisien. Humas BI – Mc Kalsel / Fuz