Penanggulangan stunting menjadi perhatian khusus di setiap daerah terutama di Kalsel. Karena stunting dapat menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia terhadap produktifitas dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, sehingga pencegahan dan penanggulangan stunting menjadi sangat penting.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar saat membuka kegiatan Koordinasi dalam rangka konvergensi pencegahan stunting antar Kabupaten/Kota di Banjarmasin, Selasa (16/11/2021).
Roy mengatakan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (Balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Pencegahan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk membebaskan setiap anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak yang menyebabkan tingkat kecerdasan anak tidak maksimal,” kata dia.
Berdasarkan data hasil Riskesdas (2018) prevelensi stunting 33,08 persen mengalami penurunan jika dibandingkan hasil Riskesdas (2013) yaitu 44,3 persen atau turun 11 persen.
Rata-rata penurunan 2 persen per tahun. Lalu berdasarkan Studi Status Balita Gizi Indonesia (SSGBI) tahun 2019 turun menjadi 31,75 persen. Namun secara Nasional masih di atas angka rata-rata yaitu 27,67 persen. Persentase balita stunting Kalsel berdasarkan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat pada tahun 2020 sebesar 12,2 persen di atas rata-rata nasional yaitu 11,6 persen. Sedangkan data pada bulan Agustus tahun 2021 persentasi stunting kalsel sebesar 11,2 persen sedikit diatas rata-rata nasional sebesar 10,0 persen.
“Berdasarkan permasalahan tersebut, Pemprov Kalsel mempunyai kebijakan dan strategi dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi/balita dan gizi buruk melalui deklarasi Loksado dan komitmen bersama kepala daerah se-Kalsel,” ungkapnya.
Sementara itu, Yuliani selaku Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kalsel menambahkan, strategi dalam menekan stunting di daerah melalui Intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Jadi intervensi spesifik merupakan intervensi program dan kegiatan yang dilakukan oleh jajaran kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif merupakan intervensi program dan kegiatan yang dilakukan secara lintas sektor atau konvergensi melalui kelembagaan aksi terintegrasi Konvergensi Percepatan dan Penurunan Stunting (KP2S).
“Oleh karena itu, penanganan masalah stunting di Kalsel menjadi prioritas Nasional dan juga prioritas Provinsi sebagaimana tertuang di dalam RPJMD 2016-2021,” kata Yuli.
Untuk itu, aksi dari Dinkes yaitu pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) kepada remaja putri dan ibu hamil. Jadi remaja putri diberikan satu tablet per minggu, sedangkan ibu hamil diberikan 90 TTD selama kehamilan.
“Yang namanya suplemen itu hanya tambahan. Walaupun sudah mendapatkan TTD baik itu ibu hamil atau remaja puteri tetap harus mengkonsumsi makanan gizi seimbang,” ujarnya.
Kemudian selain pemberian TTD, pihaknya juga memberikan makanan tambahan pada balita kurus dan ibu hamil yang kurang energi kronik dan pemberian vitamin A bagi balita dan bagi ibu nifas.
“Jadi ini strategi kita dalam percepatan penurunan stuntung di Kalsel. Diharapkan juga peran lintas sektor dalam penurunan stunting,” pungkasnya.
Kegiatan tersebut diselenggarakan selama tiga hari dengan jumlah peserta terdiri atas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Bappeda dan Dinas terkait. MC Kalsel/tgh