Kolaborasi BPKP dalam Penanganan Stunting dan Peningkatan Ketahanan Pangan

Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan (BPKP Kalsel), Ayi Riyanto menyebutkan kondisi Indonesia sedang menghadapi tantangan yang serius terkait permasalahan stunting dan upaya pencapaian ketahanan pangan.

“Penyelesaian permasalahan memerlukan kerangka kerja yang terstruktur dan sinergis antara pemerintah, BUMN/D, dan sektor terkait lainnya, namun pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka penurunan stunting dan ketahanan pangan di Kalsel,” ujar Ayi Riyanto pada pembukaan diskusi.

Diskusi tersebut mengangkat tema, “Sinergitas implementasi Program Lintas Sektoral Antara Pemerintah dan BUMN Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Penurunan Stunting”, di aula kantor BPKP Kalsel, di Banjarbaru, Kamis (29/02/2024).

Kepala BPKP Kalsel itu menjelaskan penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan lebih bersifat sektoral/individual Satker atau per SKPD, serta kurangnya kolaborasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan menyebabkan capaian indikator outcomes rendah.

“Apabila dilihat dari target nasional prevalensi stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024, capaian program percepatan penurunan stunting yang dilakukan pada tahun 2023 berisiko tidak tercapai”, tambah Ayi Riyanto.

Melalui Peraturan Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, Pemerintah mencanangkan berbagai aspek yang penting dalam memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan gizi yang baik bagi masyarakat.

Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu untuk memberantas kelaparan, mengatasi malnutrisi, dan meningkatkan produktivitas pertanian secara inklusif dan berkelanjutan pada tahun 2030.

Hasil pengawasan Perwakilan BPKP Provinsi Kalsel terhadap penanganan stunting menunjukan bahwa target ultimate outcome yang dicanangkan beberapa pemerintah daerah tahun 2023 tidak tercapai, dengan beberapa risiko yang harus segera dikelola dan diselesaikan.

“Secara nasional, target prevalensi stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 dengan beberapa ultimate outcome yang dapat dicapai pada sektor lingkungan kesehatan, pemukiman, sosial ekonomi, ketahanan pangan dan gisi dan tata kelola data,” terangnya.

Ia juga menyebutkan, tidak tercapainya ultimate outcome disebabkan beberapa faktor diantaranya ketersediaan lingkungan pemukiman yang layak, angka perkawinan anak yang tinggi dan berada di atas rata-rata nasional serta tata kelola data yang tidak lengkap dan akurat.

Sementara itu, untuk mewujudkan visi misi RPJMD 2021-2026, salah satu isu strategis yang diangkat adalah food estate (ketahanan pangan).

“Pada sektor ketahanan pangan di Kalsel terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan yaitu risiko laju alih fungsi lahan tidak terkendali, peningkatan kapasitas dan kelembagaan petani tidak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan, dukungan peralatan pertanian tidak selaras kebutuhan, oleh karena itu diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan swasta, BUMN,” tutupnya. MC Kalsel/Fuz

Mungkin Anda Menyukai