Dalam rangka percepatan provinsi layak anak, pemenuhan target RPJMN 2024 dan target rencana strategis, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kalsel melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pengembangan Layanan Kualitas Hidup Anak di Provinsi Kalsel, Banjarbaru, Rabu (24/5/2023).
Kegiatan ini bertujuan agar Provinsi Kalsel memahami proses pembentukan dan standarisasi layanan peningkatan kualitas keluarga dan anak serta memiliki sumber daya yang terlatih dan memahami Konvensi Hak Anak (KHA) dalam mengelola layanan peningkatan kualitas keluarga dan anak.
Kepala DPPPAKB Kalsel, Adi Santoso mengatakan, kegiatan ini dilakukan agar dapat mendorong pembentukan serta pengembangan Layanan Keluarga dan Anak di Provinsi Kalsel.
“Dalam mengembangkan Pusat Pengembangan Keluarga (Puspaga) perlu memperhatikan lima prinsip pembangunan bagi pemenuhan hak anak, yaitu non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup tumbuh dan berkembang, mendengarkan pandangan anak dan mudah diakses,” kata Adi.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan dan mengembangkan layanan Puspaga, seluruh pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dapat menggunakan pedoman standar sebagai rujukan dalam mengembangkan di masing-masing wilayah.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/kota Layak Anak (KLA). Terkait hal tersebut, Kementerian PPPA telah menetapkan standar Puspaga sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang Ditujukan untuk Membantu Daerah dalam Penguatan Kelembagaan Puspaga, memperkuat kapasitas Puspaga dalam layanan pengasuhan anak berbasis hak anak dan meningkatkan layanan Puspaga menjadi unit pelayanan yang dilaksanakan oleh DPPPA baik di provinsi dan kabupaten/kota untuk pemenuhan hak anak dan kualitas keluarga.
Sementara itu Adi menjelaskan, Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) adalah ruang yang dinyatakan sebagai tempat dan/atau wadah yang mengakomodasi kegiatan anak bermain dengan aman dan nyaman, terlindungi dari kekerasan, dan hal-hal lain yang membahayakan, tidak dalam situasi dan kondisi diskriminatif, demi keberlangsungan tumbuh kembang anak secara optimal dan menyeluruh, baik fisik, spiritual, intelektual, sosial, moral, mental, emosional, dan pengembangan bahasa. rbra dapat dibangun dan dikembangkan di lingkungan alami dan lingkungan buatan.
“Penyelenggaraan RBRA untuk meningkatkan kualitas anak dalam hal kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial budaya, kecerdasan bahasa dan komunikasi serta keterampilan motorik dan fisik. Penyelenggaraan RBRA juga merupakan salah satu upaya percepatan KLA untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (Idola) pada 2030,” jelas Adi.
Sehingga, keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan RBRA akan sangat ditentukan oleh adanya kerja sama seluruh pemangku kepentingan di setiap tingkatan pemerintahan baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan melibatkan masyarakat dan pihak swasta yang memiliki komitmen terhadap penyelenggaraan RBRA. Pelaksanaan kebijakan RBRA memerlukan berbagai persyaratan, termasuk inisiatif dan inovasi pelaksanaan kebijakan perlu memperhatikan kebutuhan dan kendala yang ada di daerah.
Saat ini, lanjut Adi pengembangan KLA terus dilaksanakan, ini terbukti bahwa banyak kabupaten/kota telah menyatakan diri atau telah dikembangkan inisiasi dalam pembentukan Puspaga, RBRA dan daycare.
“Puspaga dan RBRA merupakan indikator KLA dan menjadi bagian terpenting dari diterbitkannya kebijakan sekolah ramah anak sebagai upaya agar pemenuhan hak-hak anak terpenuhi,” ujar Adi. MC Kalsel/scw