Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Perkebunan Dan Peternakan (Disbunnak) gencar menggelar monitoring langkah-langkah Pencegahan dan Kewaspadaan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan memedomani Surat Edaran Direktorat Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Nomor 06005/PK.310/F/05/2022 tanggal 6 Mei 2022, perihal Peningkatan Kewaspadaan terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Banjarbaru, Jum’at (20/5/2022).
“Melaksanakan monitoring lapangan secara berkelanjutan terkait kewaspadaan PMK bersama tim gabungan Disbunnak, Balai Veteriner Banjarbaru, Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Banjarmasin, dan dinas Kabupaten/Kota yang telah dilaksanakan mulai tanggal 8 Mei 2022. Monitoring dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH), pedagang hewan, tempat pengumpulan hewan dan tempat lain yang berisiko terhadap penularan PMK yang tersebar di seluruh wilayah Kalsel,” kata Kepala Disbunnak Kalsel, Suparmi.
Suparmi mengatakan, jika Disbunnak telah berkoordinasi dengan Balai Veteriner Banjarbaru, Balai Karantina Kelas I Banjarmasin, Polda Kalsel dan Dinas Pertanian dan Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan se-Kalsel terkait kewaspadaan terhadap PMK yang telah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 14 Mei 2022.
“Membentuk Crisis Center Pengendalian PMK ditingkat Provinsi Kalimantan Selatan dan Pengawasan terhadap lalu lintas hewan yang rentan terhadap PMK (sapi, kerbau, kambing, domba, babi), dan produk hewan, serta fasilitias/peralatan dan bahan yang terkontaminasi virus PMK,” kata Suparmi.
Dengan memperketat pengawasan dan pengendalian lalu lintas hewan di check point perbatasan antara Kalsel dan Kalteng, di Check Point Anjir Pasar Kabupaten Batola dan Check Point Kalua Kabupaten Tabalong, Perbatasan Kalsel dan Kaltim di Check Point Sengayam Kabupaten Kotabaru dan Check Point Jaro Kabupaten Tabalong, serta tidak merekomendasikan pemasukan hewan dan/atau bahan asal hewan yang rentan terhadap PMK, dari daerah wabah/tertular dan tidak menerbitkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) atau Sertifikat Veteriner (SV) untuk ternak yang tidak berasal dari wilayah kerja masing-masing, terutama ternak transit yang melewati Provinsi Kalimantan Selatan, serta hanya menerbitkan rekomendasi pemasukan hewan dan produk hewan yang berasal dari wilayah bebas PMK.
Selanjutnya, tim gabungan juga melakukan respon cepat pengendalian penyakit hewan dengan melakukan tindakan isolasi hewan sakit/terduga sakit, pengobatan hewan sakit, pemusnahan sumber penularan dengan menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti di peternakan hewan, rumah potong hewan dan tempat pengumpulan hewan.
“Mengoptimalkan petugas kesehatan hewan di masing-masing wilayah dalam melakukan pengawasan, pembinaan dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) pada masyarakat terkait penyakit mulut dan kuku,” kata Suparmi.
Suparmi terus menghimbau, untuk melaporkan situasi penyakit hewan sakit/terduga sakit dan tindakan pengendalian PMK di wilayah masing-masing dengan mengoptimalkan penggunaan iSIKHNAS.
“Mengoptimalkan fungsi kelembagaan Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ada di Dinas Teknis Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) dan Pos Pemeriksaan Ternak (Check Point) serta instansi vertikal terkait (Balai Karantina Pertanian dan Balai Veteriner),” kata Suparmi. MC Kalsel/scw