DPPPA Kalsel Tingkatkan Peran dan Sinergi Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Kepala DPPPA Kalsel, Adi Santoso, pada sosialisasi virtual Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak, di Banjarmasin, Rabu (2/3/2022). MC Kalsel/scw

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalimantan Selatan (Kalsel) berupaya meningkatkan peran masyarakat dalam upaya perlindungan anak, khususnya untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual.

“Kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimana saja baik di rumah, di sekolah bahkan pada komunitas masyarakat. Anak perempuan merupakan kelompok yang mudah mengalami kekerasan, mereka mengalami kekerasan fisik, psikis, penelantaran, dan seksual sehingga menempatkan mereka pada posisi paling rentan,” kata Kepala DPPPA Kalsel, Adi Santoso, pada sosialisasi virtual Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak, di Banjarmasin, Rabu (2/3/2022).

Adi menggambarkan, kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu fenomena gunung es. Untuk menjamin terpenuhinya hak anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, pemerintah telah menerbitkan kebijakan dan program yang mendukung pemenuhan hak dan perlindungan anak. Namun, masih ditemui tantangan untuk melaksanakan kebijakan dan program tersebut, di antaranya adalah masih tingginya tingkat kekerasan pada anak.

“Di Kalsel sampai Agustus 2021 kekerasan terhadap perempuan dan anak ada 126 kasus. Dari 126 kasus terdapat 33 korban laki-laki dan 99 korban perempuan. Sedangkan, sampai bulan septembet 2021 ada 186 kasus, terdapat 50 korban laki-laki dan 147 korban perempuan,” ujar Adi.

Adi pun berharap semua pihak dapat menjadi agen perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan di wilayah dan kewenangannya masing-masing.

“DPPPA Kalsel tidak akan dapat optimal dalam melakukan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak tanpa sinergi dari semua pihak termasuk lembaga dan masyarakat,” ujar Adi.

Sementara itu, Duta Anti Kekerasan Pada Anak dan Perempuan, Cinta Laura Kiehl berpesan agar masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan diri korban, khususnya yang masih merasa takut atau malu karena bentuk reviktimisasi yang didapatnya dalam proses mencari keadilan.

“Jika lingkungan atau orang terdekat tidak dapat membantu atau korban merasa malu untuk bercerita, diharapkan pada korban agar dapat mencari penyembuhan seperti mencari layanan PPPA, konsultasi Psikolog, atau mencari layanan di website,” ujar Cinta. MC Kalsel/scw

Mungkin Anda Menyukai