Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi penurunan harga telur ayam, termasuk memperketat pengawasan masuknya telur ayam ras dari luar daerah.
Saat ini, harga telur ayam ras Rp19 ribu per kilogram, sementara harga Pokok Produksi (HPP) mencapai Rp24 ribu, sehingga terdapat selisih Rp5 ribu di tingkat peternak.
Kepala Disbunnak Kalsel, Suparmi, menyebutkan penurunan harga ini terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Jawa, telur ayam ras bahkan dijual Rp16 ribu per kilogram. Kondisi ini akhirnya menyebabkan banyaknya telur ayam ras dari Pulau Jawa (Jawa Timur khususnya) yang masuk ke Kalsel.
“Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin, Balai Karantina Pertanian Kelas I Surabaya, serta instansi dan pihak terkait lainnya baik secara langsung maupun tertulis untuk pengawasan lalu lintas ternak sesuai dengan Peraturan Pemerintah, yang mempersyaratkan adanya Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan sertifikat halal dari daerah asal, serta Sertifikat Veteriner dari Otoritas Veteriner daerah asal berdasarkan rekomendasi pemasukan dari Pemprov Kalsel,” kata Suparmi, Banjarbaru, Senin (21/2/2022).
Pada kondisi normal, Suparmi menyebutkan rata-rata telur ayam ras yang masuk ke Kalsel sebanyak 15.454 kilogram per hari. Saat ini, disinyalir telur ayam ras yang masuk ke Kalsel mencapai 40.000 kilogram per hari, sehingga terjadi surplus yang berakibat pada penurunan harga.
“Produksi telur ayam ras di Kasel rata-rata sebanyak 170.631 kilogram per hari, dengan kebutuhan rata-rata sebanyak 135.841 kilogram per hari. Produksi telur ayam ras dari Kalsel juga didstribusikan ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur rata-rata sebanyak 30.000 kilogram per hari. Sehingga, masih surplus produksi telur ayam ras kurang lebih 5.000 kilogram per hari,” ucap Suparmi.
Selain memperketat pengawasan, Suparmi mengatakan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan Kalsel terkait data telur ayam ras yang masuk dari pulau Jawa.
Disbunnak Kalsel pun juga telah mengunjungi pemasok telur ayam ras ke Kalsel dan melakukan sosialisasi lalu lintas pemasukan produk hewan kepada para pelaku ekspedisi, serta menghadiri audiensi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) khususnya peternak petelur yang difasilitasi oleh Komisi II DPRD Kalsel.
“Berdasarkan laporan dari Pinsar Kalsel, terdapat penambahan pelaku usaha ayam ras petelur dengan skala kecil yang signifikan dengan produksi telur ayam ras konsumsi yang dihasilkan berkisar 10-20 ton per hari, sehingga berdampak pada peningkatan surplus produksi yang mengakibatkan penurunan harga telur ayam ras,” kata Suparmi.
Di sisi lain, pakan ternak yang sebagian besar berasal dari jagung menjadi perhatian Disbunnak Kalsel, dengan mendorong pelaku usaha skala mikro dan kecil untuk memproduksi pakan sendiri dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal.
“Sebagian besar bahan baku pakan adalah jagung, maka perlu dilakukan gerakan jagungisasi, salah satu cara yang melakukan penanaman jagung di lokasi peremajaan karet,” kata Suparmi. MC Kalsel/scw