Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi dan pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi.
Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.
“Jadi gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur,” kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kalsel, Nurul Ahdani pada kegiatan peningkatan kapasitas petugas dalam pelaksanaan program gizi dan isi piringku tahun 2021 di Banjarmasin, Jumat (22/10/2021).
Menurutnya, gizi yang baik membuat berat badan normal atau sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja meningkat serta terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini.
Oleh karena itu agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, maka pola makan masyarakat perlu ditingkatkan ke arah konsumsi gizi seimbang.
“Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat,” ujarnya.
Sedangkan gizi yang tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk, dan meningkatkan risiko penyakit infeksi, penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke), diabetes serta kanker yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia.
Oleh sebab itu, pengaruh kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan meliputi sejak janin sampai anak berumur dua tahun, tidak hanya terhadap perkembangan fisik, tetapi juga terhadap perkembangan kognitif yang berpengaruh terhadap kecerdasan dan ketangkasan berpikir serta terhadap produktivitas kerja.
“Kekurangan gizi pada masa ini juga dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit kronis pada usia dewasa, yaitu kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes,” jelasnya.
Untuk mencegah timbulnya masalah gizi tersebut, kata Nurul memerlukan sosialisasi pedoman gizi deimbang yang bisa dijadikan sebagai panduan makan, beraktivitas fisik, hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal.
“Jadi untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan kegiatan peningkatan kapasitas petugas agar indikator masalah gizi dan indikator kinerja program gizi dapat terpenuhi. Dengan demikian, salah satu upaya percepatan penurunan stunting dilakukan melalui peningkatan kapasitas petugas dalam pelaksanaan program gizi seimbang dan isi piringku,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh