Tanggal 8 September diperingati sebagai hari Pamong Praja (PP) atau lebih dikenal dengan nama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Meski sekilas mirip dengan Polisi Republik Indonesia (Polri), tapi Satpol PP memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara.
Sekretaris Satpol PP Kalimantan Selatan (Kalsel), Masruni, menjelaskan bahwa Satpol PP bergerak di bawah kewenangan Gubernur, Bupati atau Wali Kota, dan perangkat daerah. Sedangkan, Polri bergerak di bawah kewenangan Presiden dan Wakil Presiden.
“Pamong Praja awalnya dibentuk sejak era kolonial Belanda dengan nama Pangreh Praja. Tetapi Pangreh Praja lekat dengan konotasi negatif,” kata Masruni, Banjarbaru, Jumat (10/9/2021).
Lebih lanjut Masruni menjelaskan, Pangreh Praja bersifat mengendalikan dan memperdaya rakyat. Sedangkan, Pamong Praja memiliki makna mengayomi, membimbing, membina, mengarahkan, memberdayakan, memberi semangat atau motivasi, dan harus bekerja dengan prinsip tanpa pamrih.
“Untuk menghilangkan citra negatif maka Pangreh Praja diubah menjadi Pamong Praja setelah kemerdekaan seiring berdirinya lembaga pendidikan kepamongprajaan yang sekarang kita sebut Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN),” kata Masruni.
Satpol PP memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga, masyarakat, aparatur, dan badan hukum yang melakukan pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
“Satpol PP berwenang untuk menindak, melakukan tindakan penyelidikan, dan melakukan tindakan administratif terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melanggar Perda atau Perkada. Tindakan administratif berupa pemberian surat pemberitahuan atau surat peringatan,” kata Masruni. MC Kalsel/Rns