Presiden Joko Widodo mengeluarkan abu batu bara dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Maka dalam rangka pemanfaatan abu batu bara yang dihasilkan oleh banyak perusahaan, Banjarmasin Post mengadakan diskusi secara virtual yang dihadiri oleh Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Prov Kalsel, Sutikno , Kepala Lab Transportasi dan Jalan Raya, Dosen Fakultas Teknik Sipil ULM, Yasrudin, Mantan Menteri LHK & Menristek, Gusti Muh Hatta, Kepala Center Of Research Excellence ( CoRE ) on Mining Environment and Mine Closure Fakultas Teknik Pertambangan & Perminyakan ITB, Rudy Sayoga Gautama, yang di moderator Ketua LPPM ULM, Danang Biyatmoko.
Tema dari diskusi ini yaitu memanfaatkan potensi Fly Ash Bottom Ash ( FABA ) sebagai solusi permasalahan lingkungan dan substitusi material bangunan di Kalsel.
Kepala Lab Transportasi dan Jalan Raya, Dosen Fakultas Teknik Sipil ULM, Yasrudin mengatakan kajian FABA ini dilakukan secara nyata di PLN PLTU asam-asam dikarenakan adanya depostit limbah batu bara yang belum dimanfaatkan.
“Sehingga bisa digunakan untuk bahan pengerasan jalan maupun untuk substitusi material bangunan yang ada di Kalsel seperti paving block, beton, batako, bata merah dan yang lainnya,” ucapnya, Banjarbaru, Selasa (6/4/2021).
Untuk pengujian bahan juga sudah diimpelementasikan daerah PLTU Asam asam untuk jalan serta bahan bangunan.
Menurut mantan Menteri LHK & Menristek, Gusti Muh Hatta menambahkan, kita harus selalu mengembangkan penelitian yang telah dilakukan serta memanfaatkan abu batu bara yang diperoleh.
“Seperti limbah FABA ini hampir 10% dari batu bara yang dibakar, sayang sekali kalau dibiarkan saja,” jelasnya.
Selain itu, Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Kalsel, Sutikno berterima kasih kepada kebijakan yang baru ini agar masyarakat tidak perlu lagi menggunakan izin AMDAL. Karena untuk penggunaan batu bara di Kalsel untuk pembangkitan tenaga listrik mencapai empat ribu pertahun pada saat ini.
“Kalau limbah batu bara 10 persen saja dari jumlah yang ada, maka bisa digunakan keperluan yang lain serta bermanfaat untuk masyarakat Kalsel,” tuturnya.
Ia berharap, agar limbah ini tidak menjadi limbah umum dan kiranya bisa menjadi limbah khusus yang perlakuannya tidak sembarangan.
“Tidak seperti di Amerika menjadi Limbah umum yang bisa dibuang ke TPA sehingga bisa merusak lingkungan,” pungkasnya. MC Kalsel/USU