Mulai 13 Juli kemarin, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan pedoman terbaru tentang pencegahan dan pengendalian Covid-19 sebagai acuan bagi pemerintah dan fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat memberikan penanganan yang terstandar, efektif, dan efisien.
Pedoman yang merupakan revisi kelima tersebut, dibuat dengan menyesuaikan perkembangan keilmuan dan teknis kebutuhan pelayanan.
Salah satu perubahan yang cukup signifikan dalam pedoman itu adalah penggantian istilah yang selama ini sangat familiar bagi masyarakat, yakni Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat.
“Semua kasus dikembalikan ke suspek dan kasus konfirmasi. Kemudian kasus konfirmasi dibagi menjadi dua bagian, yakni konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) dan dengan gejala (simptomatik),” ujar Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan, Akhmad Yani, Banjarmasin, Selasa (14/7/2020).
Dengan demikian, lanjut Yani, ada evaluasi status klinis yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), sebelum menentukan status selesai isolasi yang terbagi menjadi tiga kriteria.
“Kriteria selesai isolasi yang baru yaitu apabila memenuhi salah satu kriteria seperti kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik), yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah sepuluh hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi,” terang Yani.
Kemudian, status selesai isolasi bagi kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR, dihitung sepuluh hari sejak tanggal onset (dimulai) dengan ditambah minimal tiga hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
“Sedangkan, kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR satu kali negatif, dengan ditambah minimal tiga hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan,” terang Yani.
Dan untuk gejala berat, kata Yani, tetap harus dirujuk ke rumah sakit rujukan dan harus ditindaklanjut.
Yani pun optimis adanya pedoman baru tersebut, dapat membantu memperbanyak jumlah pasien sembuh, dengan waktu lebih singkat dan biaya lebih sedikit.
“Disamping mempercepat dipulangkan karena isolasi hanya menunggu sepuluh hari, asimptomatik paling banyak dikarantina. Dengan demikian akan menghemat biaya, dan tidak perlu melakukan tes PCR (asimptomatik) terkecuali gejala berat,” kata Yani. MC Kalsel/scw