Mewabahnya pandemi Virus Covid-19 di Indonesia sangat menghawatirkan khususnya di Kalsel, Apalagi pasien Covid-19 yang meninggal menjadi perdebatan terkait penyelenggaraan pengurusan jenazah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Dalam Islam, tata cara pengurusan jenazah dilakukan dalam empat perkara yaitu memandikan, mengkafankan, mensalatkan dan menguburkan.
“Jadi fardu kifayah normalnya melakukan 4 perkara tadi, tapi berbeda untuk kasus orang yang tertular Covid-19 dan meninggal karena itu,” terang Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan, Asfiani Norhasani saat di temui di ruang kerjanya, Kamis (9/4/2020).
Menurut, Asfiani dari sisi kesehatan, tim medis melakukan protap pemulasaraan Covid-19 dengan membungkus jenazah menggunakan plastik agar kedap udara, sehingga tidak menularkan virus yang masih tersisa ditubuhnya ataupun mencegah sesuatu masuk ke dalam kantong mayat tersebut.
Maka dalam hal tersebut, MUI telah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan untuk menghindari sentuhan langsung dengan orang lain.
“Kalau diwudukan harus menggunakan air, kalau ditayamumkan pakai tanah tetapi masih harus disentuh. Itu beresiko bagi penyelenggara atau tukang mandi, bisa terpapar virusnya,” jelasnya.
Setelah dibungkus menggunakan plastik kedap udara, kemudian dibalut kain kafan layaknya jenazah pada umumnya. Sedangkan pada proses salat jenazah, hukum Islam memperbolehkan untuk dilakukan oleh dua orang saja.
Sementara itu proses terakhir adalah penguburan jenazah. Dikondisi normal, orang yang meninggal dianjurkan diantar oleh orang banyak. Sementara untuk menghindari penularan dalam kasus Covid-19, prosedur dilakukan oleh sedikit orang dan harus menggunakan alat pelindung diri (APD). Liang kubur pun disarankan lebih dalam dari kuburan biasanya.
“Cukup 2-3 orang seperlunya saja yang menguburkan. Prosedurnya juga di bawah 4 jam, begitu meninggal harus sesegera mungkin dikuburkan,” tutupnya. MC Kalsel/tgh