Sesuai dengan arahan Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor agar Sub sektor perkebunan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menyumbang devisi bagi daerah setelah sector tambang dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kalimantan Selatan.
Maka dari itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Selatan sedang berupaya untuk meningkatkan harga karet yang dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami kemerosotan serta di tahun 2019 ini akan ditargetkan untuk meningkatkan harga karet.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Selatan, Suparmi mengatakan, saat ini Pemerintah Provinsi sedang berupaya dalam jangka pendek ini meningkatkan harga karet dengan mengimbau para pekebun karet bergabung dalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Bongkar (UPPB) di Kalsel.
“Karena, melalui UPPB ini bisa dihasilkan bongkar bersih yang memenuhi standar kriteria dari perusahaan industri pengolah karet di Kalsel,” kata Suparmi, Selasa (19/2/2019).
Suparmi menambahkan, saat ini di Kalsel sudah ada 109 UPPB. Namun baru 50 pekebun yang ikut bergabung dan sudah bermitra langsung dengan industri pengolah karet itu. “Jadi, keuntungannya pekebun rakyat jika sudah tergabung dengan UPPB ini, selisih harganya sangat jauh jika dibanding kalau dijual langsung ke tengkulak. Selisihnya antara Rp3.000.00 sampai Rp4.000.00,” katanya.
Lanjutnya menjelaskan, saat ini harga karet yang dihasilkan melalui UPPB baru umur satu minggu sudah diatas Rp9.000.00, dikarenakan UPPB bermitra langsung dengan perusahaan dan dapat menetapkan harganya melalui handphone.
Walaupun diakuinya, saat ini yang menetapkan harga masih belum Indonesia. Padahal indonesia penghasil karet terbaik dunia, tapi penentu harga masih dari sikom singapore yang tidak ada karetnya. “Ini yang sedang kami perjuangkan, agar kita (Indonesia) sendiri yang menetapkan harganya,” ungkap Suparmi.
Oleh karena itu, saat ini pihaknya terus berupaya dengan meningkatkan harga karet dan mengimbau kepada pekebun karet agar bergabung dengan UPPB agar menghasilkan bongkar bersih. “Otomatis jika bergabung dengan UPPB akan meningkatkan harga ditingkat pekebun secara keseluruhan,” jelasnya.
Walaupun saat ini ada beberapa pekebun yang sudah tergabung dengan UPPB namun masih ada yang menjualnya ke tengkulak , dikarenakan masyarakat kita yang butuh uang cepat.
“Jadi mereka tidak mampu menahan agar K3 (Kadar Kering Karet) nya meningkat. Yang seandainya menahan sampai pada K3nya maksimal sampai 3 minggu bisa menghasilkan diatas Rp11.000.00 sampai Rp12.000.00,” ungkapnya.
Selain itu, sebagai apresiasi bagi Perkebunan karet yang sudah menghasilkan dan tergabung dalam UPPB, Pihaknya juga melakukan kegiatan intensfikasi dengan pemberian bantuan seperti pupuk, herbisida, fungisida dan asam semut. Yang menurutnya, selama ini pengeluaran tersebut membebani kepada pekebun karet.
Oleh sebab itu demi menguatkan UPPB, pihaknya akan menargetkan pembentukan UPPB disetiap desa yang diketahui secara keseluruhan Kalsel memiliki luasan karet sebesar 270 ribu hektar.
“Jika kami hitung kalau perdesa ada UPPB, maka akan ada sebanyak 2008 UPPB. Bayangkan saat ini kami baru mempunyai 109 UPPB, dan ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi kami insan perkebunan, tapi tidak ada yang tidak bisa namun sulit pasti iya,” tandasnya. MC Kalsel/tgh