Selamatkan Pulau Pulau Kecil

Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono (kanan) bersama Ketua Pena Hijau Indonesia Denny Susanto (kiri) di Kantor Walhi Kalsel melihat peta wilayah Kalimantan Selatan, Minggu (21/1). Kisworo Menyatakan berdasarkan peta kawasan hutan dan konsesi sumber daya alam, maka sebagian wilayah Kalsel sudah dikuasai tambang mineral dan batubara, serta perkebunan kelapa sawit. Hanya kawasan Pegunungan Meratus yang belum di tambang, untuk itu kami selalu menyerukan untuk selamatkan Pegunungan Meratus #SaveMeratus #SaveKalimantan. MC KalSel/rmd

Banjarmasin,

Saat ini, masih sering terjadi konflik sumber daya laut antara masyarakat dengan pemerintah atau antara pengusaha dengan masyarakat dan pemerintah.

Catatan Kementerian Koordinator Maritim, konflik kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, terjadi di seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.

Saat ini, ada beberapa Provinsi di Indonesia, seperti Kalsel, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan empat Provinsi lainnya, yang dikawal dalam penyusunan Perda Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) agar segera ditetapkan.

Pemerintah Pusat menginginkan agar Perda RZWP3K diprioritaskan bagi masyarakat, kemudian habitat dan ekosistem, setelah itu baru untuk ekonomi.

Perda RZWP3K ditujukan untuk bisa menetapkan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, misalnya untuk koservasi, industri terpadu, pariwisata bahari, transportasi laut, atau untuk keamanan dan pertahanan.

Dalam diskusi antara Komunitas Jurnalis Pena Hijau dan Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, RZWP3K harus dikawal dalam penyusunannya.

Sebab, bebernya, bukan hanya ruang darat, ruang pesisir dan laut juga rawan memicu konflik, khususnya di sektor keamanan dan lingkungan.

“Kawasan Pulau Laut dan pulau-pulau kecil di Kalsel harus dilindungi dari industri-industri ekstraktif, khususnya perusahaan tambang,” katanya.

Ia mencontohkan ada dua perusahaan yang mengeksploitasi Pulau Sebuku, yang telah sering memicu konflik sosial antara pemerintah dengan masyarakat dan perusahaan, serta konflik antara masyarakat dengan perusahaan.

“Sudah ada idiom di masyarakat Pulau Laut, yakni Pulau Sebuku sudah hilang, masa Pulau Laut mau dihilangkan lagi,” katanya.

Dalam UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dinyatakan bahwa pemanfaatan umum kawasan pesisir adalah untuk zona pariwisata, infrastruktur umum, industri, perikanan budidaya, pemanfaatan terbatas.

Untuk kawasan konservasi, zonanya adalah untuk konservasi perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim dan atau sempadan peaiair, dan zona pemanfaatan terbatas.

Untuk kawasan Strategis Nasional Tertentu, zonanya diperuntukkan bagi keamanan, situs warisan dunia, perbatasan.

Dan, untuk kawasan alur laut, zonanya diperuntukkan bagi pelayaran, alur sarana umum, alur migrasi ikan, dan pipa telekomunikasi bawah laut.

Untuk darat, beber Kisworo, berdasarkan peta kawasan hutan dan konsesi sumber daya alam, maka sebagian wilayah Kalsel sudah dikuasai tambang mineral dan batubara, serta perkebunan kelapa sawit, khususnya kawasan yang dilintasi oleh Pegunungan Meratus, misalnya di daerah hulu sungai.

“Ini menunjukan Kalsel sudah darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Rakyat selalu menjadi korban konflik sosial dan agraria,”.

Sementara Ketua Pena Hijau Indonesia, Denny Susanto mengharapkan nantinya Perda RZWP3K agar berpihak kepada masyarakat, bukan kepada kepentingan korporasi besar, yang hanya mencari keuntungan saja, tanpa memperdulikan dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan, “kita mendorong agar nantinya perda zonasi ini dapat mengakomodir kepentingan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan mereka”, Ungkapnya. MC KalSel/rmd

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan