Pemerintah Provinsi Kalsel melalui Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel mengadakan pertemuan konsolidasi perizinan sarana distribusi kefarmasian (PBF) Berbasis Elektronik (OSS RBA) di Banjarmasin, Kamis (22/6/2023).
Kegiatan tersebut diselenggarakan mulai tanggal 21-22 Juni dengan peserta yaitu penanggung jawab teknis pelaku usaha pedagang besar farmasi dan distribusi alat kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Diauddin melalui Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan (SDK), Ahmad Yani mengatakan kegiatan ini bertujuan agar PBF mampu menerapkan persyaratan berusaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti sertifikasi CDOB, pelaporan, dan perizinan melalui OSS RBA.
“Jadi diharapkan para peserta dapat menerapkan semua itu, untuk meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan,” katanya.
Menurutnya, penerapan aplikasi OSS RBA menjadi portal satu pintu perizinan investasi dengan tujuan untuk memudahkan proses perizinan bagi investor, sebagai upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi.
“Melalui pertemuan ini lah, permasalahan yang sering terjadi karena ketidakpahaman dari pelaku usaha untuk mengakses aplikasi OSS RBA, dapat tertangani,” katanya.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, bentuk dukungan tersebut diwujudkan dalam pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan, untuk meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan yaitu fasilitasi riset dan pengembangan industri farmasi berfokus pada 4 pilar biopharmaceutical, vaksin, natural, dan api.
“Salah satu aspek dalam hal distribusi obat adalah Pedagang Besar (PB) farmasi. PB adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan,” ungkapnya.
Apalagi PBF terdiri dari PBF pusat (dinaungi oleh kementerian kesehatan) dan PBF cabang (dinaungi oleh dinas kesehatan provinsi). Maka dalam melaksanakan operasional distribusi sediaan farmasi, salah satunya obat, sarana PBF wajib memiliki izin usaha dan sertifikasi CDOB.
“Pemenuhan kelengkapan ini juga perlu adanya pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan provinsi dan pengawasan produk oleh badan pengawasan obat dan makanan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pembinaan dan pengawasan PBF mengacu pada salah satu kebijakan pemerintah yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2021, tentang penyelenggaraan perizinan
berusaha berbasis resiko, yang didalamnya mengatur bahwa PBF masuk dalam tingkat resiko tinggi berdasarkan penilaian aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.
“PP tersebut ditindaklanjuti melalui Permenkes nomor 14 tahun 2021 tentang pengaturan penyelenggaraan perizinan. Jadi penyelenggaraan perizinan ini lah yang harus dilakukan agar distribusi kefarmasian dapat berjalan dengan baik,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh