Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) merupakan salah satu penghasil kelapa sawit di Indonesia, berdasarkan data statistik tahun 2022 dari 46 pabrik kelapa sawit yang ada telah memproduksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan rendemen rata-rata 20 persen mencapai 5.743.950 ton, menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) sebesar 1.148.790 ton.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalsel, Suparmi mengatakan dari satu ton kelapa sawit, dapat menghasilkan cangkang sekitar 6 hingga 7 persen dari produksi TBS.
“Jika dikonversi, volume produk turunan sawit tersebut (cangkang) pada 2022 mencapai 344.637 ton per tahun,” kata Suparmi, Banjarbaru, Sabtu (13/5/2023).
Suparmi menjelaskan, cangkang kelapa sawit merupakan biomassa dari proses pengolahan TBS untuk menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO).
Saat ini, produk kelapa sawit terdiri dari ash content yang minim, kadar air yang lembab, karbon aktif sekitar 20-22 persen, dan kadar penguapan (volatile matter) yang tinggi mencapai 69-70 persen.
“Kandungan tersebut menjadikan produk turunan sawit ini bukan menjadi limbah yang tak berguna, tetapi menjadi produk yang bisa diolah dan dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi,” jelas Suparmi.
Potensi sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan tidak hanya sebatas menjadi sumber energi pada broiler, arang maupun briket arang, namun cangkang sawit dapat menjadi salah satu alternatif energi berkelanjutan pengganti minyak fosil yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik. Potensi alternatif renewable energy dalam cangkang sawit juga sudah dilirik dan diminati oleh pasar global.
Diketahui, Jepang sebagai salah satu negara importir produk turunan sawit ini memanfaatkan biomassa tersebut untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dengan skema Feed-in Tariff.
Bahkan Pemerintah Jepang melalui Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) mengeluarkan kebijakan insentif bagi perusahaan pembangkit listrik yang menggunakan produk turunan sawit ini sebagai bahan bakunya.
“Dengan potensi produk yang banyak dan bervariasi, potensi devisa ekspor yang dihasilkan serta peluang pasar yang cemerlang, menjadikan cangkang sawit tidak bisa hanya dianggap sebagai biomassa atau limbah, namun prospek produk ini jauh lebih besar,” ucap Suparmi.
Ekspor perdana cangkang kelapa sawit dari Kalsel secara langsung ke Jepang sebanyak 22.000 ton merupakan momentum awal serta menjadi stimulus bagi para pelaku usaha untuk bagaimana memanfaatkan potensi dan peluang tersebut.
Hal ini sesuai dengan arahan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor untuk terus menggali potensi sumber energi alternatif berkelanjutan dan ramah lingkungan termasuk yang dihasilkan dari sektor perkebunan dalam hal ini dari turunan produk kelapa sawit.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalsel akan bersinergi dan berkolaborasi dengan para sawitpreneur untuk memanfaatkan peluang pasar yang ada secara maksimal dengan memainkan peran utama dalam pemanfaatan produk turunan sawit tersebut, baik menjadi alternatif energi yang ramah lingkungan atau produk bernilai ekonomi yang akan berdampak positif bagi peluang peningkatan perekonomian di Kalsel. MC Kalsel/scw