Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalsel menggelar Sosialisasi Pencegahan Kekrasan Dalam Rumah Tangga Sejak dini di Banjarbaru, Jum’at (22/11/2019).
Kegiatan dihadiri oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dari KDRT, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Ali Hassan, Gubernur Kalsel yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Fathur Rahman, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalsel, Husnul Hatimah, Kepala SKPD dan unsur mahasiswa.
Menurut, Ali Hassan kasus KDRT yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata dan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Faktor dominan yang menjadi penyebab KDRT adalah faktor-faktor yang bersifat kolektif atau multy factors. Oleh karena itu solusi yang diperlukan juga terdiri dari banyak faktor dan perlu melibatkan banyak pihak,” ujarnya.
Misalnya kesiapan dalam membangun rumah tangga, kedewasaan calon pengantin, kesiapan ekonomi, pengetahuan masing-masing pasangan, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, budaya dan lain-lain.
Untuk itu, Ali Hassan menerangkan kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang telah diadukan ke Komnas Perempuan merupakan bentuk intimate partner violence, entah kekerasan dalam pacaran atau KDRT, dengan prosentase terbesar di 61%.
“Pelaku yang paling banyak adalah pacar/mantan pacar / suami / mantan suami, sehingga kekerasan terhadap perempuan di dunia maya memodifikasi sebagai kekerasan dalam rumah tangga yang baru, atau bisa juga dikatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga meluas bentuknya melalui dunia maya, dengan semakin berkembangnya teknologi internet,” terangnya.
Jadi, dengan semakin tingginya penggunaan media sosial baik untuk komunikasi pribadi maupun ruang bisnis dan propaganda politik, maka Cyber Violence Against Women menjadi semakin merambah dan mengancam ruang privat dari individu, termasuk perempuan.
“Distribusi informasi di dunia siber sangatlah agresif. Sebuah informasi berupa gambar, tulisan, maupun video yang bersifat privat dapat menjadi viral dalam tempo sekejab dan diakses oleh jutaan pengguna internet dan media sosial di seluruh dunia,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berdasarkan CATAHU Komnas Perempuan yang dilaunching tanggal 6 Maret 2019 menyebutkan sebesar 406.178, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 348.466.
“Dari data tersebut, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah KDRT/Ranah Personal mencapai angka 71% (9.637) di ranah komunitas/publik dengan persentase 28% (3.915) dan di ranah negara dengan persentase 0,1% (16),” ungkapnya.
“Di KDRT Ranah Personal kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan flsik 3.927 kasus (41%), kemudian kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus (31%), psikis 1.658 (17%) dan ekonomi 1.064 kasus (11%),” lanjutnya.
Dari Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa KDRT merupakah masalah yang serius untuk dicarikan solusinya. Oleh karena itu, perlu meningkatkan pemahaman, persamaan persepsi dan komitmen para pemangku kepentingan dari tingkat pusat sampai daerah dalam upaya memberikan perlindungan dan penanganan korban.
“Dalam upaya mengantisipasi terjadinya berbagai kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut di atas, KPP-PA telah merumuskan dan menetapkan strategi Three Ends, atau akhiri tiga hal, yaitu akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh