Antara BPJS Kesehatan dan Jaskesda

Rapat antara Komisi I Dprd Kabupaten Tanah Bumbu dengan perwakilan DPRD Kalsel dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel.MC Kalsel/rmd

Terhitung sejak 1 Januari 2019, Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang sebelumnya diterapkan di Kabupaten Tanah Bumbu untuk seluruh Masyarakat Berpengasilan Rendah (MBR) selama 10 tahun terakhir resmi dihapuskan. Di mana berdasarkan Perpres RI No. 82 Tahun 2018, seluruh masyarakat wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan sehingga Jamkesda tidak diberlakukan lagi agar tidak terjadi pembayaran ganda.

Hal tersebut menjadi poin penting dalam pertemuan yang digelar antara Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan dengan Komisi I DPRD Kabupaten Tanah Bumbu, Selasa (22/01/2018) siang. Diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tanah Bumbu, H Hasanuddin, S.Ag, melalui pertemuan tersebut pihaknya berupaya berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pihak provinsi. Mengingat di Bumi Bersujud, pemerintah daerah memiliki program Jamkesda dengan jumlah warga yang dijamin mencapai 100 persen dari total 311 ribu penduduk. “Namun sejak terbitnya Perpres itu otomatis Jamkesda tidak berlaku lagi dan masyarakat harus ikut BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Padahal tidak semua masyarakat dapat membayar iuran BPJS Kesehatan, terutama warga yang latar belakangnya pekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu dan menanggung banyak anggota keluarga. Selama ini jelas Hasan, warga tidak mampu yang ingin berobat ke rumah sakit milik pemerintah daerah cukup menunjukkan Kartu Keluarga dan KTP domisili Kabupaten Tanah Bumbu untuk layanan pengobatan gratis. Identitas tersebut juga berlaku untuk rawat inap kelas III dan rujukan ke rumah sakit daerah milik provinsi jika di daerah tidak mampu menangani kasus yang bersangkutan.

“Kita terus mencari regulasi melalui Perda atau Perbup, agar program yang selama ini sudah diterapkan itu dapat dikembalikan dan jaminan kesehatan warga dapat dilanjutkan,” tambahnya. Dijelaskan Hasan, untuk saat ini pemerintah menerapkan program Jaminan Pendamping Konsultasi Kesehatan yang diperbolehkan oleh Kementerian Kesehatan RI, dengan anggaran mencapai 20 miliar Rupiah dari APBD Kabupaten. Anggaran tersebut untuk menjamin warga yang tidak dapat membayar iuran BPJS karena termasuk MBR, atau warga yang sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan secara mandiri namun tidak dapat melanjutkan pembayaran iuran karena masalah ekonomi. 

Sementara itu menurut Hariyanto, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan yang memimpin pertemuan yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi, persoalan yang sama juga dihadapi hampir seluruh daerah di Indonesia. Di mana seluruh anggaran yang sebelumnya untuk program Jamkesda harus diintergrasikan ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. “Sementara kita tahu, selama ini pelayanan BPJS Kesehatan belum memuaskan semua pihak, itu yang menjadi dilema bagi pemerintah daerah,” jelas politisi PKS ini. 

Ia menuturkan, pola pelayanan BPJS atau JKN jauh berbeda dengan Jamkesda harus melalui prosedur yang cukup panjang dan tidak dimengerti semua kalangan. Sedangkan selama menjadi peserta Jamkesda, warga kurang mampu yang ingin berobat hanya perlu menunjukkan identitas bukti domisili di daerah tersebut. Namun berdasarkan Perpres dan nota dari KPK, semua jaminan kesehatan milik pemerintah daerah juga tidak dapat dilanjutkan dan harus diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan. MC Kalsel/rmd

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan