Dalam rangka melaksanakan amanat Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Nomor 054 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Perlindungan Perempuan dan Anak dari tindak Kekerasan di Provinsi Kalsel 2021-2026. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalsel kembali melaksanakan Sosialisasi RAD Perlindungan Perempuan dan Anak, Banjarbaru, Rabu (26/10/2022).
Kepala DPPPA Kalsel, Adi Santoso mengatakan, kegiatan ini sebagai upaya melakukan perlindungan perempuan dalam pencegahan dan penanganan korban kekerasan. Komitmen daerah diperlukan dalam pelaksanaan perlindungan perempuan sebagai implementasi urusan wajib dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah, pemerintah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.
“Dalam melakukan perlindungan perempuan dan anak dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pendidikan formal, membuka aksebilitas untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, pembinaan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial, dan menyediakan akses lapangan kerja informal bagi perempuan,” kata Adi.
Berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi PPA) Povinsi Kalsel tahun ini hingga September 2022 terdapat 381 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari data tersebut, angka kekerasan psikis dan seksual masih mendominasi.
Menurut Adi, tingginya angka kemiskinan, penganguran dan angka putus sekolah serta rendahnya tingkat pendidikan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak merupakan faktor utama rentan menjadinya korban kekerasan.
Sehingga permasalahan tersebut jika tidak segera diantisipasi dan ditangani dengan baik, dapat mengganggu upaya pemulihan hak-hak perempuan dan anak seperti hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan serta hak bersosialisasi dilingkungannya.
Sementara itu, menurut data Komnas Perempuan 2021 terjadi peningkatan signifikan 50 persen kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, yakni menjadi 338.506 kasus pada 2021 dari 226.062 kasus di 2020. Lonjakan tajam terjadi pada data Badan Peradilan Agama (Badilag) sebesar 52 persen yakni dari 215.694 pada 2020 menjadi 327.629 di tahun 2021.
Peningkatan juga terjadi pada sumber data pengaduan ke Komnas Perempuan, sebesar 80 persen yaitu dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus di 2021.
“Data dari lembaga layanan menurun 15 persen, yakni 1.205 kasus, disebabkan selama dua tahun pandemi COVID-19 sejumlah lembaga layanan tidak beroperasi, sistem pendokumentasian kasus yang belum memadai dan terbatasnya sumber daya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2020 sebesar 299.911 kasus,” ujar Adi.
Diketahui, berdasarkan data pengaduan ke komnas perempuan dan lembaga layanan pada 2021, bentuk kekerasan yang dialami korban berjumlah 16.162, terbagi 4.814 kasus (29,8 persen) kekerasan fisik, 4.754 kasus (29,4 persen) kekerasan psikis, 4.660 kasus (28,8 persen) kekerasan seksual, 1.887 kasus (11,7 persen) kekerasan ekonomi dan 47 kasus (0,3 persen) tidak teridentifikasi.
Sedangkan data dari lembaga layanan mencatat yang terbanyak adalah kekerasan fisik 3.842 kasus (40 persen) baik ranah personal (2.549 kasus) maupun ranah publik (1.293 kasus). Sedangkan data pengaduan ke Komnas Perempuan didominasi kasus kekerasan psikis 2.709 (41 persen). Jika dilihat dari ranahnya, kekerasan psikis dominan di ranah personal (1.986 kasus), sedangkan kekerasan seksual mendominasi di ranah publik (1.051 kasus).
“Kekerasan seksual pada 2021 meningkat 7 persen, salah satunya disebabkan lonjakan 83 persen kasus KSBg dari 2020 (940 kasus) menjadi 1.721 kasus pada 2021,” jelas Adi. MC Kalsel/scw