Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat pada (3/9) lalu telah mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini berimplikasi pada perekonomian nasional yang salah satunya adalah meningkatnya inflasi yang berdampak pada daya beli masyarakat.
Penanganan dampak inflasi kali ini didukung oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan adanya penganggaran belanja perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.
Kepala Kantor Wilayah Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Sulaimansyah mengatakan, pemerintah pusat bersinergi dengan memberikan bantalan yang dilakukan oleh daerah, melalui earmarking Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil).
“Pemda diberikan kewenangan untuk membuat program, sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat, dan tentunya ini juga menggunakan data-data yang telah teruji sebelumnya,” kata Sulaimansyah, Banjarmasin, Jumat (16/9/2022).
Hal ini, menurut Sulaimansyah sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo ketika pengumuman kenaikan BBM bersubsidi tersebut, bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.
Implementasi kebijakan dimaksud diwujudkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022. Dengan adanya PMK ini, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai Desember 2022 sebesar dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.
“Adapun belanja wajib perlindungan sosial ini dipergunakan untuk pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja dan/atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah,” ucap Sulaimansyah.
Besaran DTU yang dihitung sebesar penyaluran DAU Oktober hingga Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV 2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25 persen dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD 2022.
“Penganggaran belanja wajib perlindungan sosial dilakukan dengan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD 2022 untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD 2022 atau Laporan Realisasi Anggaran bagi Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD 2022 atau telah melakukan Perubahan APBD 2022,” tambah Sulaimansyah.
Dijelaskan Sulaimansyah, daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU) kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri serta Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, yang terdiri dari laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada 15 September 2022, laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya, dan laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK.
“Adapun ketentuan penyampaian laporan dimaksud, diatur sebagai berikut laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 Triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU, laporan realisasi menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 Triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU,” kata Sulaimansyah.
Sementara itu, terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat dua hari kerja terakhir di bulan Desember tahun berjalan.
Dengan adanya sinergi penanganan untuk perlindungan sosial antara pusat dan daerah, masyarakat yang terdampak inflasi dapat terbantu serta uang negara dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang membutuhkan.
“Efektivitas atas pelaksanaan bantuan sosial juga sangat diperlukan. Untuk itu, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan oleh kepala daerah dan juga diawasi pelaporannya oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah,” ujar Sulaimansyah. MC Kalsel/Rns