Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) prioritaskan aksi nasional pencegahan penurunan angka stunting pada daerah tertinggi kasus stunting di Kalsel.
Untuk itu, Kalsel merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air pada tahun 2022. Berdasarkan Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, lima wilayah di Kalsel termasuk dalam 76 Kabupaten/Kota berkategori “merah” diantara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas di tanah air yang memiliki prevalensi stunting tinggi. Status merah disematkan untuk wilayah yang memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen.
Setidaknya ada 4 kabupaten di Kalsel yang memiliki prevalensi di atas 30 persen yaitu kabupaten Banjar, Tapin, Barito Kuala, dan Balangan dengan revalensi di atas 32 persen. Padahal batas ambang atas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO adalah 20 persen.
Enam daerah yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, adalah Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tabalong, Kota Banjarmasin, Kotabaru dan Hulu Sungai Utara. Bahkan, Hulu Sungai Tengah dengan prevalensi 29,6 persen dan Hulu Sungai Selatan dengan 29,1 persen, nyaris berstatus merah.
Sementara kota Banjarbaru dan Tanah Bumbu berpredikat “hijau” dengan angka prevalensi stuntingnya di antara 10 hingga 20 persen. Tanah Bumbu dengan prevalensi 18,7 persen menjadi daerah yang memiliki prevalensi angka stunting terendah di Kalimantan Selatan. Tidak ada satu pun daerah di Kalimantan Selatan yang berstatus “biru” yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.
Melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Kalsel diminta berkomitmen, untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 25,71 persen pada akhir 2022. Tidak itu saja, Kalsel juga ditarget memiliki angka prevalensi stunting 21,51 persen di 2023, dan diharapkan di 2024 menyentuh angka 17,27 persen.
“Komitmen itu sudah kami buktikan dengan membentuk Tim Pendamping Keluarga sebanyak 3072 tim pendamping keluarga. Dimana setiap Kabupaten/Kota atau desa akan ditempatkan 3 tim pendamping keluarga yang akan bertugas sebagai pendampingan keluarga yang melahirkan anak yang beresiko stunting, calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca melahirkan, dan balita di bawah 2 tahun,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar, Senin (21/3/2022).
Selain itu, Ia meminta agar pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk tim yang sama. Sehingga terjadi percepatan penurunan angka stunting, seperti yang diharapkan.
Tidak hanya sampai disitu, Pemprov Kalsel juga membangun beberapa infrastruktur air bersih dan sanitasi di daerah guna mengatasi kesehatan lingkungan di masyarakat. Air bersih dan sanitasi merupakan indikator penanganan percepatan penurunan stunting.
“Harapannya, pada 2024 tidak ada lagi wilayah yang berstatus merah,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BKKBN Kalsel, Ramlan menambahkan dengan adanya sosialisasi RAN PASTI bisa memberikan penjelasan secara komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan desa.
“Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di seluruh Kalimantan Selatan “harus” segera dituntaskan di Bulan Maret 2022 ini agar dana yang telah dialokasikan bisa terserap maksimal dan tepat sasaran,” ucapnya.
Oleh karena itu, para kepala daerah yang hadir di sosialisasi RAN PASTI di Kalsel dapat memastikan arahan dari BKKBN untuk percepatan penurunan stunting untuk segera dilaksanakan di daerahnya masing-masing.
“Sinergitas antara BKKBN dengan pemerintah daerah di Kalsel menjadi lebih solid dengan acara sosialisasi ini,” tuturnya
Dikesempatan yang sama, Bupati Kabupaten Tanah Laut M Sukamta sangat berkomitmen untuk percepatan penurunan angka stunting di daerahnya. “Perlu adanya koordinasi dan konsolidasi antar sektor mengingat penurunan stunting bukan hanya diawali dari 1.000 hari pertama kehidupan tetapi justru dimulai sejak pra nikah,” jelasnya.
Menurut Sukamta, dari sisi anggaran di APBD Tanah Laut jelas ada integrasi program baik di Dinas Kesehatan, P2KBP3A, Ketahanan Pangan dan Perikanan, Bappeda serta APB Desa untuk percepatan penurunan stunting.
Persoalan stunting adalah persoalan yang harus diselesaikan dengan baik agar target yang diberikan BKKBN kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Laut agar angka prevalensi stunting di 2021 yang mencapai 31 persen bisa turun menjadi 28,22 persen di 2022.
“Tanah Laut juga diharapkan bisa keluar dari zona prevalensi merah di 2023 dengan target angka prevalensi 23,61 dan terus melandai di 2024 menjadi 18,97 persen,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh