Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, memberikan sejumlah arahan terkait penanganan konflik sosial di daerah melalui penutupan rapat kerja tematik program kegiatan bersama Kepala Daerah dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik kabupaten/kota seluruh Indonesia.
“Dengan adanya Inpres Nomor 2 Tahun 2013 yang menegaskan Kepala Daerah sebagai pemimpin dalam penanganan konflik sosial di daerah. Jadi, Kepala Daerah mengkoordinasikan semua potensi yang ada di daerah, seperti Kapolda, Danrem kemudian juga unsur lain di masyarakat,” kata Tito, Banjarmasin, Kamis (31/3/2021).
Berdasarkan teori, konflik dapat terjadi karena perbedaan kepentingan, semakin besar kelompok semakin besar pula potensi konflik. Bahkan, kelompok atau lingkungan terkecil seperti keluarga pun memiliki potensi terjadi konflik.
“Oleh karenanya, kita bangsa Indonesia harus bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan Maha Esa karena sampai di usia 75 tahun ini masih diberkahi keutuhan di tengah keberagaman agama, suku, dan budaya,” tutur Tito.
Jika diurutkan, konflik yang harus diwaspadai yakni konflik ideologi, karena berlandaskan keyakinan terutama masalah keagamaan.
“Karena merasa ada landasan yang berasal dari Tuhan (in the name of God). Kalau sudah atas nama Tuhan, mati pun oke. Seperti kasus yang baru terjadi di Mabes Polri baru-baru ini,” ujar Tito.
Oleh karena itu, konflik ideologi harus dikelola dengan baik agar tidak berpotensi menghancurkan. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota hingga Desa harus mengelola potensi konflik tersebut agar tidak mengganggu keamanan dan mempengaruhi proses pembangunan.
“Untuk itu, Saya minta kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk tim terpadu penanganan konflik. Nanti dalam waktu tiga bulan ke depan akan saya evaluasi lagi daerah mana saja yang masih belum membentuk tim terpadu penanganan konflik ini,” tegas Tito.
Sementara itu, Pj Gubernur Kalimantan Selatan, Safrizal ZA mengatakan perubahan sosial dapat berpotensi menimbulkan konflik sosial, terlebih di era digital saat ini dimana komunikasi sangat terbuka.
“Saya menyambut baik kegiatan ini, semoga bisa jadi penyemangat kita semua dalam melakukan upaya-upaya mitigasi sebelum konflik itu terjadi. Karena upaya mitigasi lebih murah dibandingkan melakukan pengobatan, rehabilitasi apabila konflik telah terjadi,” pungkas Safrizal. MC Kalsel/Jml