Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktirat Jenderal Perkebunan bekerjasama dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalsel menggelar Focus Group Discussion (FGD) Rantai Nilai Karet Berkelanjutan di Banjarbaru, Jum’at (6/12/2019) malam
Dalam FGD turut berhadir Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalsel Suparmi, jajaran kepala OPD Dinas Perkebunan se-Kalimantan.
Dalam sambutannya Dedi Junaedi mengatakan Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan andalan dalam perdagangan dan merupakan sumber penerimaan devisa Negara yang cukup penting selama dekade terakhir ini.
“Sebagai Negara penghasil karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand, pada tahun 2018 produksi karet Indonesia mencapai 3,7 juta ton dengan luas lahan 3,6 juta ha (84% milik petani) serta volume ekspor karet mencapai 2811,95 juta ton dengan nilai ekspor US$3,949.21 juta,” ujarnya.
Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia memiliki level produktivitas per hektar yang rendah.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga mengurangi hasil panen.
Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per hektar per tahun, Indonesia hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha. Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia (1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi.
“Untuk itu, rendahnya produktivitas karet menyebabkan daya saing karet kita lemah,” ungkapnya.
Oleh karena itu Direktorat Jenderal Perkebunan meluncurkan program penyediaan Benih Unggul Perkebunan 500 juta batang (BUN 500). Jadi Periode 2019-2024 akan dibangun logistik benih pada 10 komoditi strategis, termasuk karet.
Kegiatan utama program BUN 500 terdiri atas, Membangun Nursery dan kebun sumber benih modern di kawasan/klaster pengembangan perkebunan.
Selain itu, pembagian secara gratis benih perkebunan produktivitas tinggi kepada petani atau perkebunan rakyat dan Penyediaan SDM perbenihan serta Pembangunan desa mandiri benih.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Ditjen Perkebunan telah mengidentifikasi luasan kebun karet Indonesia seluas +- 3.7 Juta Ha, dimana potensi peremajaan karet seluas +- 500 ribu Ha.
Kebutuhan benih untuk itu adalah 282,31 juta benih dan program BUN 500 akan memberikan bantuan benih sebesar 142,56 juta benih atau 51.3% dari kebutuhan benih untuk peremajaan selama 5 tahun.
Program BUN 500 ini menargetkan peningkatan produktivitas hingga 3 kali lipat dengan menyediakan benih bermutu, berkualitas, dan bersertifikat.
“Melalui BUN 500 selama 5 tahun, hingga tanaman berproduksi, Kementan menargetkan nilai produksi Rp274,9 triliun,” ucapnya.
Bahkan produk olahan, nilai produksi BUN500 berpotensi mencapai lebih dari Rp1.180 triliun. “Dengan industri pengolahan, penyerapan tenaga kerja diproyeksi lebih dari 9,5 juta orang atau meningkat 40% dari total tenaga kerja perkebunan saat ini,” bebernya.
Secara beriringinan, program strategis bidang perkebunan BUN 500 akan diikuti dengan hilirisasi agar produk perkebunan memiliki nilai tambah lebih sehingga akan meningkatkan pendapatan petani.
“Begitu juga dengan pengembangan korporasi petani dimana petani terlibat dan memiliki saham/kepemilikan atas industri pertanian yang digelutinya,” tuturnya.
Sesuai dengan tema FGD, Ditjen Perkebunan akan mendorong usaha perkebunan dalam bentuk korporasi petani. “Korporasi petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani sehingga mereka punya posisi tawar atas produk yang mereka hasilkan,” terangnya.
Oleh sebab itu, penggiatan program korporasi petani oleh Kementan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo yang meminta jajaran pemerintah untuk fokus tingkatkan kesejahteraan petani.
“Salah satu ide yang dicetuskan Presiden Jokowi adalah mengubah pola kerja petani menjadi lebih modern melalui konsep “korporasi petani”,” imbuhnya.
Presiden menyebutkan Korporasi Petani sebagai sebuah upaya membuat kelompok petani dalam jumlah besar dan membekali kelompok petani tersebut dengan manajemen, aplikasi, serta cara produksi dan pengolahan yang modern.
“Dengan penguatan dari hulu ke hilir, petani diharapkan akan mendapatkan keuntungan lebih besar,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh