Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama mitra kerja selalu aktif menyelenggarakan peringatan Harganas guna meningkatkan komitmen dan dukungan stakeholder, provider dan mitra kerja untuk percepatan pencapaian program KKBPK.
Salah satu rangkaian kegiatan Harganas XXVI adalah Seminar Teknologi Kontrasepsi Trekini Tahun 2019 yang dilaksanakan di Hotel Best Western, Banjarmasin Kamis (4/7/2019).
Dalam sambutannya Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi-KB/KR Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dwi Listyawardana mengatakan Arah kebijakan dan strategi BKKBN dalam menyelenggarakan pembangunan Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dalam periode 2015-2019 adalah Peningkatan Akses dan Pelayanan KB yang Merata dan Berkualitas, Penguatan Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) KKBPK, peningkatan Pembinaan Ketahanan Remaja, Peningkatan Pembangunan Keluarga, Penguatan Regulasi, Kelembagaan, serta Data dan Informasi.
“Salah satu langkah konkrit BKKBN adalah berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi. Di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa Ketentuan mengenai pemenuhan,” kata Dwi
Oleh karena itu kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi peserta Jaminan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
BKKBN menyediakan beberapa jenis pilihan alokon dalam Program Pemerintah dengan sistem cafetaria, sehingga calon akseptor dapat memilih alat dan obat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.
Hal tersebut berdampak pada beralihnya minat beberapa segmen masyarakat yang mulai meninggalkan alokon program.
Selanjutnya ia mengatakan BKKBN akan beralih menggunakan alokon non program. Kondisi ini terlihat dengan masih tingginya unmet need yang didalamnya mencakup akseptor yang tidak sesuai dengan jenis pilihan alokonnya.
Menurutnya, Berdasarkan Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) tahun 2018, target pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/CPR) dan persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) belum tercapai. Dari target CPR all methods 65,8 persen, capaiannya hanya 60,4 persen. Dari target penurunan unmet need 10,14 persen, capaiannya masih 12,4 persen.
Kondisi tersebut mengharuskan BKKBN mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang ada, diantaranya dengan meningkatkan sinergitas kemitraan antara BKKBN dengan sektor swasta.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor swasta mempunyai peran yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan alokon yang belum terpenuhi oleh alokon program pemerintah. Peran ini penting sekali dalam membina kesertaan dan kelangsungan berKB.
Langkah BKKBN selanjutnya yang dirasa perlu adalah melakukan review terhadap alokon program agar selaras dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sesuai rekomendasi WHO.
Ia berharapa dapat menurunkan unmet need, khususnya akseptor yang tidak sesuai dengan jenis pilihan alokonnya.
“Dalam hal ini tentunya BKKBN harus berkoordinasi dengan pemegang regulasi dan kebijakan, sehingga perkembangan, peredaran dan penggunaan alat dan obat kontrasepsi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan,” pungkasnya. MC Kalsel/scw