Transpuan atau yang lebih akrab didengar dengan sebutan waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap perlakuan diskriminasi.
Menurut wakil ketua komunitas Transpuan Paris Barantai Banjarmasin, Keket, saat ini masih ada teman-teman transpuan diluar sana yang mendapatkan perlakukan diskriminasi baik dari keluarga mereka sendiri maupun dari masyarakat sekitar yang menyulitkan mereka untuk mengekspresikan jati diri mereka.
Untuk mengurangi perlakuan diskriminasi dimasyarakat, Komunitas Transpuan Paris Barantai Banjarmasin melaksanakan berbagai kegiatan sosial dan juga memberikan pelatihan keterampilan kepada para anggotanya seperti menjahit dan keterampilan dibidang tata rias atau salon.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan inklusi teman-teman komunitas transpuan ditengah masyarakat agar kebutuhan dan hak-hak mereka terpenuhi, mereka juga warga Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama, mereka juga punya hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak” ujar Keket saat ditemui wartawan saat pelatihan keterampilan menjahit Komunitas Transpuan Paris Barantai Banjarmasin di kediaman Kepala Ombudsman Indonesia Perwakilan Kalsel, Banjarmasin, Kamis (22/3).
Keket menjelaskan bahwa kegiatan yang dilaksanakan melalui program peduli pilar waria Banjaramsin ini sudah berjalan semenjak tahun 2014 lalu, selain kegiatan pelatihan keterampilan juga ada kegiatan promosi sosial dan bakti sosial yang bertujuan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat sekitar dengan memberdayakan anggota komunitas agar keterampilan mereka lebih mumpuni.
“Kita juga ada melaksanakan kegiatan bakti sosial seperti memotong rambut gratis serta memberikan bantuan swadaya dari teman-teman komunitas untuk anak panti asuhan” jelasnya.
Saat ini Komunitas Transpuan Paris Barantai Banjarmasin memiliki 25 orang anggota aktif, lanjut Keket. Dirinya juga berencana untuk melakukan eksistensi ke daerah lain di Kalimantan Selatan, namun hal ini masih menunggu keputusan dari pusat.
“Sebelumnya kami juga telah melakukan kegiatan eksistensi ke beberapa daerah di Kalsel, seperti Balangan dan Amuntai, namun ini masih menunggu keputusan dari pusat, karena cakupan program peduli itu sendiri sementara ini hanya ada di Banjarmasin” ungkapnya.
Keket berharap melalui kegiatan ini bisa membuka pemikiran keluarga dan juga masyarakat tentang transpuan tanpa harus mendiskriminasi mereka, karena selama ini masyarakat berasumsi bahwa waria atau transpuan sudah menyalahi kodratnya. Dirinya ingin keluarga dan juga masyarakat melihat transpuan ini tidak hanya dari aspek keagamaan dan kebudayaan, tetapi juga dilihat dari aspek kemanusiaannya.
“Untuk masyarakat ataupun keluarga yang mempunyai anggota keluarga transpuan marilah kita bersama-sama membuka pemikiran tentang transpuan itu tanpa harus mendiskriminasi, jangan hanya karena dalam agama waria menyalahi kodrat menjadi seorang perempuan lalu mereka didiskriminasi, tetapi lihatlah juga dari aspek kemanusiaannya” harap Keket. MC Kalsel/Jml.