Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusi (PLDPI) dahulunya adalah Pusat Layanan Autis (PLA) . dibentuk berdasarkan peraturan Gubernur nomor 0101 tanggal 21 Desember 2018.
“Berdasarkan hal itu, maka PLDPI mempunyai tugas dan kewenangan yang lebih besar daripada pusat layanan autis (PLA) yaitu bukan hanya memberikan pelayanan pada anak-anak penyandang autis saja akan tetapi dalam konteks yang lebih besar yaitu melayani anak berkebutuhan khusus dalam menuju pendidikan inklusi”.
Demikian dikatakan Kepala UPTD PLDPI Provinsi Kalsel, Sri Ellyanie pada saat ditemui tim Jurnalis Media Center Rabu (15/5/2019).
Menurut Eliani setelah munculnya Pergub tadi, PLDPI bukan hanya melayani anak autis saja akan tetapi juga untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas seperti tuna grahita.
“Kategori disabilitas itu terdiri dari beberapa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) salah satunya adalah autis”, ujarnya.
Mengingat keterbatasan SDM yang ada serta sarana prasarana, PLDPI memiliki skala prioritas untuk dijalankan dalam pelaksanaan program dengan harapan pelayanan publik yang diberikan oleh PLDPI diterima oleh masyarakat kalsel.
Lebih lanjut Ellyanie mengatakan pada PLDPI ada dua kepala seksi yaitu kasi intervensi terpadu dan kasi pendidikan transisi.
“Pada seksi pendidikan transisi ini yang menangani pendidikan inklusinya sedangkan di intervensi terpadu penanganan masalah terapinya. Program terapi yang dilaksanakan adalah pada empat lini yaitu terapi okupasi, wicara, prilaku dan sensori integrasi,” jelas Ellyanie .
Pada sisi lain Ellyanie menjelaskan di PLDPI sendiri sudah ada program namanya home program yang diberikan oleh para terapis dan para pendidik yang harus ditindaklanjuti dirumah.
“Biasanya tindak lanjut pada anak ini agar tahu perkembangan anak melalui buku penghubung untuk orang tua yang ditulis setiap hari setelah terapi 45 menit di PLDPI,” ucapnya.
Namun banyak orang tua yang tidak menjalankan home program dengan alasan anak tidak bisa mengikuti perintah, terbatasnya alat terapi, dan lain-lain.
“Dengan kejadian seperti itu kita adakan konsultasi dengan dokter, psikolog dan ahli gizi di PLDPI. Karena peran orang tua sangat penting dirumah, serta orang tua banyak memiliki waktu yang lebih banyak di bandingkan para terapis,” pungkasnya.
Sementara itu jumlah ABK yang dibina sebanyak 58 anak dengan jumlah terapis dan guru pendidik 30 orang. Untuk promosi sendiri kita melaksanakan sosialisasi di media cetak seperti di koran dan radio, paling tidak orang mengenal apa itu PLDPI. MC Kalsel/scw