Angka Gini Ratio di Kalimantan Selatan (Kalsel) sejak Maret 2017 hingga Maret 2020 mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Kalsel.
Namun demikian, sebagai dampak pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada awal Maret 2020, angka Gini Ratio sempat mengalami kenaikan pada September 2020, dan kemudian kembali mengalami penurunan pada Maret 2021-September 2022 dan kembali naik pada Maret 2023. Pada Maret 2024, Gini Ratio Kalsel kembali turun.
“Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2024 sebesar 0,329, turun sebesar 0,016 poin dibanding Maret 2023 yang sebesar 0,345. Sementara di daerah perdesaan, Gini Ratio Maret 2024 tercatat sebesar 0,255, turun sebesar 0,004 poin dibandingkan dengan kondisi Maret 2023. Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,259,” Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, Martin Wibisono, Banjarbaru, Senin (1/7/2024).
Selain Gini Ratio, Martin menyebutkan ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
“Berdasarkan ukuran ini, tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen,” ucap Martin.
Pada Maret 2024, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di Kalsel adalah sebesar 22,26 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Kondisi ini meningkat jika dibandingkan dengan Maret 2023 yang sebesar 21,94 persen.
Jika dibedakan menurut daerah, pada Maret 2024 persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan adalah sebesar 20,66 persen, sementara persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan tercatat sebesar 24,55 persen.
“Dengan demikian, tingkat ketimpangan menurut kriteria Bank Dunia baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan termasuk ketimpangan rendah. Walaupun tingkat ketimpangan di daerah perkotaan dan perdesaan termasuk rendah, jika dilihat dari besaran persentasenya bisa dikatakan tingkat ketimpangan di daerah perdesaan lebih baik dari pada di daerah perkotaan, di mana persentase penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan,” kata Martin. MC Kalsel/scw