Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar konferensi pers program kerja 2023. Di tahun ini ada empat program unggulan yang akan dijalankan, salah satunya adalah Program Sistem Integrasi Kelapa Sawit Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma (SISKA KUINTIP) yang menjadi fokus utama.
Kepala Disbunnak Provinsi Kalsel, Suparmi mengatakan, selain program SISKA KUINTIP juga akan melakukan peningkatan produksi karet, kopi dan itik yang telah menjadi program prioritas Gubernur Kalsel Sahbirin Noor di 2023 pada bidang perkebunan dan peternakan.
“Ini dilakukan mengingat Kalsel menjadi salah satu penyangga pangan Ibu Kota Negara baru, sehingga Disbunnak berinovasi mengeluarkan program-program baru,” kata Suparmi, Banjarbaru, Senin (30/1/2023).
Suparmi menyampaikan, program SISKA KUINTIP ini dilakukan sebagai upaya percepatan swasembada sapi potong, dimana program ini merupakan role model pengembangan sapi potong tingkat nasional dan sudah mendapatkan pengakuan dari Kementan RI.
Sampai saat ini disebutkan Suparmi, implementasi SISKA KUINTIP sudah dilaksanakan pada tujuh klaster area kelapa sawit yang telah menggunakan pagar elektrik, sedangkan yang sudah berkomitmen ada 22 perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Ketujuh klaster tersebut bakal diusulkan menjadi pusat pengembangan sapi potong dengan target 1.000 ekor sapi,” ujar Suparmi
Selanjutnya, program kedua adalah intensifikasi dan diversifikasi tanaman karet dengan inovasi Bang Sibon Berkaret. Dalam program ini dilakukan pengembangan perkebunan karet dengan pola jarak tanam ganda dan tumpang sari dengan tanaman pangan.
“Kalsel dengan 270 ribu hektar area kebun karet sudah memiliki 229 Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB),” kata Suparmi.
Suparmi menyebut, keberadaan UPPB untuk meningkatkan kualitas produksi karet sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekebun karet karena harga dan mutu yang terjaga. Program ketiga adalah inovasi Bang Kodim yaitu pengembangan tanaman kopi terintegrasi.
“Kalsel memiliki potensi pengembangan tanaman kopi guna memenuhi kebutuhan akan produksi kopi lokal,” kata Suparmi.
Menurut Suparmi, tumbuhnya coffee shop di Banua seperti munculnya jamur di musim hujan. Kebutuhan kopi sangat tinggi. Saat ini luasan kebun kopi baru 2.800 hektare. Produksi baru 1.500 ton per tahun, sedangkan kebutuhanya jauh lebih dari itu. Terakhir adalah pengembangan itik di lahan rawa dengan inovasi yang dinamakan Siti Hawalari. MC Kalsel/scw