Saat ini perkembangan perekonomian dunia terjadi pergeseran risiko, yang semula pandemi COVID-19 beralih ke tekanan ekonomi global menyebabkan peningkatan inflasi yang tajam sebagai akibat supply disruption karena pandemi dan perang Rusia-Ukraina, sementara demand pasca pandemi meningkat.
Untuk mengatasi risiko tersebut, negara-negara maju melakukan pengetatan likuiditas dan menaikkan suku bunga yang menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow negara-negara berkembang dan pelemahan nilai tukar serta lonjakan biaya utang (cost of fund).
Hal ini akan menyebabkan banyak negara memiliki rasio utang sangat tinggi (60-100 persen dari PDB), biaya utang dan revolving risk yang naik tajam, sehingga berpotensi default di lebih dari 60 negara.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Sulaimansyah saat kegiatan Konferensi Pers Publikasi Kegiatan Assets and Liabilities Committee (ALCo) Regional Kalsel Agustus 2022 menyebutkan, akan banyak negara mengalami pelemahan ekonomi disertai dengan inflasi yang tinggi, sehingga sangat berbahaya dan rumit secara kebijakan ekonomi (stagflasi).
“Dalam negeri menunjukkan kinerja ekonomi yang positif, dimana pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2022 dapat mencapai 5,4 persen, bahkan PDB Nasional tumbuh melampaui ekspektasi pasar, dimana lebih baik dari sebelum masa pandemi. Inflasi sampai dengan Juli 2022 masih terjaga yang mencapai 4,9 persen jauh dibawah negara-negara Eropa dan USA,” kata Sulaimansyah, Banjarmasin, Selasa (23/8/2022).
Dijelaskan Sulaimansyah, berbagai indikator juga terus menunjukkan penguatan, seperti mobilisasi masyarakat meningkat, retail sales indeks terus meningkat, PMI Indonesia kembali meningkatkan di Juli menjadi 51,3 persen, pertumbuhan konsumsi listrik serta kapasitas produksi manufaktur dan pertambangan juga terus membaik.
Perekonomian Kalsel Triwulan II 2022 mencatat pertumbuhan yang sangat baik sebesar 5,81 persen diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Kalsel mendapat sumbangan terbesar dari sektor pertambangan, transfortasi, dan perdagangan. Dari sisi pengeluaran semua mengalami kenaikan kecuali konsumsi Pemerintah Provinsi Kalsel, karena pergeseran pembayaran gaji ke-13 di Juli dan menurunnya belanja COVID-19 yang semakin terkendali.
“Inflasi di Kalsel juga terkendali yaitu mencapai 4,53 persen (YTD). Indikator-indikator ekonomi lainnya di Kalsel juga menunjukkan peningkatan yang lebih baik,” ucap Sulaimansyah.
Mengatasi dampak resiko ekonomi global tersebut, menurut Sulaimansyah, pemerintah melakukan penyesuaian postur APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 tentang perubahan atas Perpres Nomor 104 tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
“Dalam Perpres tersebut target pendapatan negara meningkat sebesar Rp420 triliun, sementara belanja naik sebesar Rp392,20 triliun menjadi Rp3.106,40 triliun,” tambah Sulaimansyah.
Dalam belanja tersebut, yang naik adalah belanja subsidi energi, kompensasi BBM dan listrik serta tambahan perlinsos. Dalam Perpres tersebut juga diperkirakan defisit 4,5 persen dari PDB yang berarti turun disbanding APBN semula.
Belanja pemerintah difokuskan pada peran APBN sebagai shock absorber, yaitu pengendalian inflasi, menjaga daya beli masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi. MC Kalsel/Rns