Tekan Penurunan Stunting, Dinkes Kalsel Perkuat Analisis Pemanfaatan Data Surveilans Gizi

Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel mengadakan Orientasi Analisis dan Pemanfaatan Data Surveilans Gizi Tingkat Provinsi Kalsel Tahun 2021 di Banjarmasin, Selasa (6/7/2021). MC Kalsel/tg

Dalam rangka upaya perbaikan gizi masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat serta meningkatkan akses dan mutu penilaian gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel mengadakan Orientasi Analisis dan Pemanfaatan Data Surveilans Gizi Tingkat Provinsi Kalsel Tahun 2021 di Banjarmasin.

Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Muhammad Muslim mengatakan pentingnya pemenuhan informasi status gizi berdasarkan individu untuk kebutuhan intervensi, maka diperlukan penguatan surveilans gizi melalui kegiatan pemantauan status gizi secara rutin dengan menggunakan pencatatan dan pelaporan gizi by name by address.

“Pencatatan dan pelaporan by name by address dituangkan dalam bentuk aplikasi online yaitu e-PPGBM (Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat),” kata Muslim, Selasa (6/7/2021).

Menurutnya, e-PPGBM bertujuan agar tenaga pelaksana gizi dan pemangku kebijakan di daerah lebih mudah dalam mengamati pemasalahan gizi di wilayah mereka untuk selanjutnya mengambil keputusan terhadap responden tindakan apa yang akan dilakukan baik secara komunitas maupun individu.

Oleh karena itu, sebagaimana diketahui bahwa pada Rapat Terbatas yang dilaksanakan tanggal 5 Agustus 2020, Presiden RI memberikan arahan mengenai percepatan penurunan stunting dengan fokus pada 10 Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi diantaranya adalah Kalsel.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan balita stunting di Indonesia mencapai 30,8% dan Provinsi Kalsel masih diatas prevalensi nasional sebesar 33,08% sehingga menempati posisi peringkat 9 (sembilan) tertinggi di Indonesia.

Sedangkan hasil Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) tahun 2019 menunjukkan balita stunting sebesar 27,67% dan Provinsi Kalsel menempati peringkat 7 (tujuh) tertinggi di Indonesia dengan balita stunting sebesar 31,75%.

“Untuk itu kita perlu kerjasama untuk dapat meningkatkan status gizi. Upaya bersama tersebut tidak hanya lintas program tetapi juga lintas sektor serta peran swasta dan masyarakat,” ungkapnya.

Dengan demikian, Pemerintah menjadikan penurunan stunting menjadi prioritas nasional dengan menyusun kerangka penanganan stunting melalui konvergensi program ditingkat pusat hingga ke tingkat daerah serta di desa sebagai unit pemerintahan terkecil.

“Kami berharap input sasaran dan pengukuran dilakukan secara terus menerus baik balita maupun ibu hamil, verifikasi masalah yang ada dan memanfaatkan datanya, karena semua OPD sudah mulai melihat data e-PPGBM dan ingin ikut terlibat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kalsel, Nurul Ahdani menambahkan upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat diprioritaskan pada Percepatan pencegahan stunting dengan target penurunan prevalensi stunting adalah 14% dan wasting 7% di tahun 2024.

“Dalam rangka upaya penurunan stunting dan wasting maka disusun Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yaitu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024,” kata Nurul.

Ia menjelaskan, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 yaitu, persentase Bumil KEK (target 10% tahun 2024), persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi (target 100% tahun 2024), persentase Puskesmas mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita (target 60% tahun 2024), dan persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif (target 60% tahun 2024).

“Jadi ini target rencana strategis yang harus dilakukan sampai tahun 2024 dalam menekan penurunan stunting,” ucapnya.

Lanjut Nurul menerangkan, penyebab terjadinya stunting ada tiga yaitu pola asuh, pola makan dan pola sanitasi. Pertama pola asuh keterkaitan dengan bagaimana kita melakukan pengasuhan terhadap anak, misalnya harus memperhatikan dari 1000 hari pertama kehidupan seperti diberikan asi eksklusif selama 6 bulan.

Kedua, pola makan harus diperhatikan dengan cara mengelola asupan gizi seimbang yang sekarang dikenal dengan isi piringku dan terakhir pola sanitasi yaitu memperhatikan lingkungan tempat tinggal keluarga. “Tiga hal ini yang harus diperhatikan agar anak yang dilahirkan dan tidak terjadi stunting,” pungkasnya. MC Kalsel/tgh

Mungkin Anda Menyukai