Dinas Kehutanan (DISHUT) Provinsi Kalimantan Selatan mengambil langkah evaluasi bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dalam upaya pelestarian hewan bekantan.
Hal tersebut di ungkapkan Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Supiani,saat ditemui di kantor Polisi Kehutanan Banjarbaru, Senin (24/2/2020).
“Pada umumnya Dishut bekerjasama dengan BKSDA melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau Perjanjian kerjasama”. Ujar Supiani.
Namanya konflik dengan manusia artinya kehidupan hewan Bekantan yang dulu bagus sekarang berubah karena adanya pembangunan perumahan dan sebagainya. Otomatis Bekantan yang ada konflik maka solusinya akan dievaluasi.
Adapun kendala evaluasi untuk menangkap atau mengamankan Bekantan itu susah karena liar. Pada tahun 2019 lalu evaluasi penangkapan dengan menggunakan perlengkapan jaring dan lainnya, tapi tetap tidak dapat menangkapnya karena gerakan Bekantan lebih cepat dan lincah. Semoga kedepannya Dishut mendapatkan fasilitas yang lebih canggih untuk menangkap hewan Bekantan untuk dilindungi.
“Dishut selalu melibatkan BKSDA dan SBI yang saat ini satu – satunya yayasan yang konsen terhadap kelestarian bekantan”. Lanjut Supiani.
Tahun 2020 ini Dishut juga akan melakukan penandatanganan MoU dengan SBI terkait edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa Bekantan itu adalah satwa yang dilindungi dan merupakan maskot nya Provinsi Kalimantan Selatan.
Dishut melakukan verifikasi dan identifikasi kembali habitat hewan Bekantan terutama yang berada di luar kawasan observasi, menurut UU 23 kewenangan kita adalah melindungi kawasan bernilai ekosistem penting, sebagai contoh Bekantan masuk ke dalam prioritas, sehingga menjadi kawasan ekosistem esensial dan tahun 2020 ini. Ada 9 lokasi yang coba akan dipetakan disemua Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalimantan Selatan.
Kendalanya ekosistem esensial adalah terkait dengan lahan kepemilikan masyarakat, sehingga ada hak – hak masyarakat, inilah yang akan diedukasi bekerjasama dengan masyarakat hingga apabila ditetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial masyarakat tidak mengganggu satwa liar, tetapi karena hak milik lahan sehingga masih dapat beraktifitas berkebun ataupun bertani tanpa mengganggu satwa dan habitatnya didalam kawasan esensial.
“Dishut mengadakan kegiatan rapat Forum konservasi flora dan fauna yang dalam kegiatannya ada penggiat lingkungan, pecinta satwa, yayasan – yayasan terhadap observasi alam, dan Mapala. Anggota tersebut menghasilkan evakuasi, sebagai contoh satwa yg konflik terhadap masyarakat seperti di derah Handil Bakti Semangat Dalam, terjadi konflik yang akan dievakuasi dipindah ke lokasi yang lebih layak lagi ke Pulau Bakut atau ke Panjaratan yang terletak di Kabupaten Tanah Laut. Tutupnya” . Mc kalsel/Rol