Tergolong Narkotika, Pemerintah Segera Larang Penggunaan Daun Kratom

Daun Kratom atau Mitragyna Speciosa termasuk ke dalam Narkotika Golongan I yang tidak boleh digunakan untuk kesehatan di Indonesia berdasarkan Kesepakatan Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika. Daun Kratom atau dikenal juga dengan daun Sapat banyak dibudidayakan oleh petani untuk  digunakan sebagai obat tradisional khususnya di wilayah Kalimantan. MC Kalsel/Wikimedia Commons

Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika telah menetapkan tanaman daun Kratom atau Mitragyna Speciosa sebagai Narkotika Golongan I dan melarang penggunaannya untuk kesehatan.

Ditetapkan sebagai narkotika pada 2017 silam, daun kratom tengah menjadi polemik yang berkembang di masyarakat, termasuk Kalimantan Selatan, karena banyak petani yang menggantungkan hidupnya pada usaha daun kratom atau juga dikenal sebagai daun sapat.

Kepala Badan Narkotika Nasional, Heru Winarko melalui Surat Nomor B/3985/X/KA/PL.02/2019/BNN menyatakan dukungan terhadap larangan penggunaan daun Kratom dalam medis dengan masa transisi 5 (lima) tahun sejak ditetapkan atau pada tahun 2022 mendatang.

“Mitragyna Speciosa mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan,” kata Heru.

“Alkaloid Mitragynine pada dosis rendah mempunyai efek stimulan dan pada dosis tinggi dapat memiliki efek sedative-narkotika, serta 7-OH-Mitragynine memiliki efek 13 (tiga belas) kali kekuatan morfin yang dapat menimbulkan Withdrawal Symptoms (adiksi), depresi pernafasan dan kematian,” terang Heru.

Dalam suratnya kepada sejumlah lembaga eksekutif pemerintah pusat maupun daerah tersebut, BNN juga menjelaskan bahwa Mitragyna Speciosa atau Kratom termasuk ke dalam daftar bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.

Hal tersebut berdasarkan Surat Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.044.42.421.09.16.1740 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (Kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.

Untuk itu, BNN akan melakukan Pemberdayaan Alternatif (Sustainable Development) tanaman Kratom, disamping melakukan sosialisasi dan pencegahan bahaya pemakaian Kratom di Indonesia khususnya di wilayah Kalimantan bersama dengan Kementerian terkait.

Lebih lanjut, Heru mengatakan bahwa upaya penanganan bahaya Kratom perlu dilakukan oleh semua pihak, baik dalam hal kebijakan maupun operasional di lapangan, terutama oleh Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah.

“BNN mendorong Kementerian terkait agar mempersiapkan kebijakan yang sesuai pasca berakhirnya masa transisi di Indonesia,” pungkas Heru. MC Kalsel/EPN

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan