Forum Komunikasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dan Haji Khusus – FKPPIU dan HK Kalsel yang juga diikuti oleh Jemaah Umrah dan Masyarakat beramai-ramai mendatangi kantor Kemenag Kalsel, Rabu (03/10).
Mereka menyatakan penolakan terhadap kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang mengharuskan calon jemaah umrah melakukan perekaman Biometrik.
Kebijakan tersebut dinilai menyulitkan dan memberatkan jemaah, juga pihak pengelola travel umrah dan haji khusus.
Apalagi untuk perekaman biometrik harus dilakukan di kantor VFS Tasheel yang belum semua daerah memiliki kantor tersebut. Dimana perekaman Biometrik menjadi syarat penerbitan Visa bagi calon jamaah umrah.
“Ini bentuk baru dari penjajahan di sektor ekonomi, apalagi hingga saat ini belum ada sosialisasi, baik dari Kementerian Agama RI maupun pihak lainnya yang berwenang,” kata Saridi Ketua FKPPIU dan HK Kalsel, Saat audiensi di Kanwil Kemenag Kalsel.
Apalagi, per bulan ini, calon jemaah sudah diwajibkan untuk melakukan perekaman data, yang saat ini baru dapat dilakukan di Jakarta, dengan biaya berkisar antara 7-10 USD atau setara 100-150 ribu Rupiah. Belum lagi untuk perjalanan ke Jakarta dan biaya menginap yang setidaknya memerlukan waktu dua hari, “tentunya akan menambah biaya yang harus dikeluarkan calon jemaah dari luar daerah, seperti yang berasal dari Pulau Sembilan – Kotabaru,” tambahnya.
Sementara itu, Kasi Pembinaan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Kalsel – Zainal Arifin mengungkapkan, pihaknya juga belum menerima surat apapun dari Kementerian, yang memberitahukan penerapan layanan pengambilan data biometrik terlebih dahulu berupa foto dan sidik jari, sebelum mengajukan permohonan visa.
Aspirasi dari FKPPIU dan HK Kalsel yang terdiri dari 43 agen perjalanan umrah dan haji khusus ini akan disampaikan kepada pihak kementerian, yang diharapkan dapat segera mengambil tindak lanjut terkait penolakan penerapan layanan VFS Tasheel yang dikeluhkan para calon jemaah dan perusahaan penyedia jasa perjalanan haji dan umrah. Apalagi penolakan juga terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia, yang merasa diberatkan dengan aturan baru tersebut. MC Kalsel/rmd